4 Fakta Transformasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional
Utama

4 Fakta Transformasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional

Nilai-nilai atau hukum Islam bisa menjadi hukum positif bergantung dari sikap politik pemerintah dan DPR dalam merumuskan kebijakan hukum nasional.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Baginya, terdapat argumentasi transformasi hukum Islam di Indonesia. Pertama, tuntutan umat Islam akan pembaharuan hukum secara materil maupun kelembagaan. Yuridis konstitusional berdasarkan sila pertama Pancasila dan Pasal 28 UUD 1945. Menurutnya, hukum Islam menjadi bagian dari hukum nasional yang harus ditampung dalam pembinaan hukum nasional.

Kedua, kesadaran beragama yang memiliki pengaruh terhadap kesadaran hukum, sehingga hukum Islam menjadi kesadaran mayoritas rakyat. Sebab, hukum mengemban fungsi ekspresif dan fungsi instrumental. Ketiga, sistem politik Indonesia memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya aspirasi politik Islam, termasuk aspirasi untuk melegislasikan hukum Islam. Keempat, hukum Islam memiliki elastisitas dalam batas-batas tertentu disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan umat Islam Indonesia.

Islam modern

Kepala Program Studi pada Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Mardani mengatakan implementasi hukum Islam di Indonesia dapat diitinjau dari keberadaan penerapan/praktik Peradilan Agama yang hanya bagi Muslim. Hal ini dilindungi Pasal 29 UUD Tahun 1945 sebagai hak setiap warga negara untuk memeluk dan beragama.   

Baginya hukum Islam menjadi hukum tertua di Indonesia. Dia menilai bila melihat KUHP yang berlaku saat ini terdapat unsur hukum Islam, khususnya dalam pasal zina yakni hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak terikat perkawinan dapat dikatakan sebagai perbuatan perzinahan. Begitupula penerapan qanun jinayah di Aceh. Hal lain tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. “Kewenangan Peradilan Agama dalam menangani perkara ekonomi amat luas,” kata dia.

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, Ibrahim Fajri menilai hukum Islam yang berlaku sejatinya menjadi hukum yang modern. Tudingan hukum Islam menjadi hukum yang kolot, terlampau dogma, serta kurang metodologi dapat terbantahkan. Sebab, sejak era Nabi Muhammad SAW tanpa disadari hukum Islam yang berlaku terdapat hal yang sama dengan hukum saat ini. “Hukum Islam sebenarnya sudah modern,” ujarnya.

Dia menilai hukum Islam sejak dahulu sudah mengenal teori perjenjangan hukum, tata urutan hukum. Bahkan telah diterapkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Hal itu terbukti kala dialog Nabi Muhammad SWT dengan sahabat Muaz bin Jabal. Saat hendak ke negeri Yaman, Mu’adz ditanya Rasulullah.

“Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu'adz?” tanya Rasulullah. Muaz menjawab, “Kitabullah”. "Bagaimana jika kamu tidak dijumpai dalam Kitabullah?" tanya Rasulullah lagi. "Saya putuskan dengan Sunnah Rasulullah,” jawab Muaz. "Jika tidak kamu temui dalam Sunnah Rasulullah” tanya Rasulullah. "Saya pergunakan pikiranku untuk berijtihad, dan saya takkan berlaku sia-sia," jawab Muadz.

“Artinya sudah ada perjenjangan hukum yang dipraktikan Nabi. Pertama dari Al Qur’an, sunnah, dan ijtihad. Ini membuktikan hukum Islam adalah modern,” kata Ibrahim.

Kemudian teori konstitusi sesuai dengan keadaan masyarakat dan kontekstual yang terjadi. Menurutnya, teori konstitusi praktiknya telah dijalankan sejak zaman sahabat Nabi. Dalam kaidah hukum Islam bisa berubah sesuai latar belakang dan perkembangan masyarakat. Hal itu dilakukan khalifah Umar bin Khatab ketika mencantumkan mualaf sebagai objek yang menerima zakat. Menurutnya ketika pembebasan di sejumlah wilayah dalam dakwah penyebaran agama, banyak non muslim kala itu menjadi mualaf.

“Karena latar belakang politik dan ekonomi saat itu, Umar sebagai pimpinan tertinggi menetapkan mualaf sebagai mustahiq sebagai objek penerima zakat. Itu membuktikan kaidah hukum teori konstitusi sudah diterapkan dalam hukum Islam.”

Tags:

Berita Terkait