4 Poin Penting Terkait Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam UU Cipta Kerja
Utama

4 Poin Penting Terkait Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam UU Cipta Kerja

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES

Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) memuat perubahan terhadap UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Perubahan beberapa pasal dalam UU Anti Monopoli tersebut diatur dalam Bab VI tentang Kemudahan Berusaha, tepatnya Bagian Kesebelas tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pasal 118.

Secara garis besar terdapat empat poin penting perubahan terkait penegakan hukum anti monopoli. Pertama, perubahan upaya keberatan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga. Komisi Pengawas Persaingan Usaha menilai hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembuktian di pengadilan, mengingat hakim di Pengadilan Niaga umumnya telah terbiasa berurusan dengan aspek bisnis atau komersil.

Proses persidangan di pengadilan diharapkan akan lebih komprehensif. Kualitas pembuktian juga diharapkan akan meningkat, apalagi jika Mahkamah Agung memperkenankan pembentukan sejenis tribunal (hakim khusus persaingan usaha) atau penugasan hakim ad-hoc bagi kasus persaingan usaha tertentu, misalnya terkait kasus kompleks di sektor ekonomi digital.  

Hal ini tentunya memberikan keuntungan bagi pelaku usaha dalam memberikan argumen yang lebih kuat dalam pengadilan. Pemindahan ini memang dapat menimbulkan biaya tambahan bagi pelaku usaha yang ingin melakukan upaya keberatan karena keterbatasan jumlah Pengadilan Niaga di Indonesia. (Baca: Kepala BKPM: UU Cipta Kerja untuk Kemudahan Berusaha dan Ciptakan Lapangan Kerja)

Namun hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan jumlah Pengadilan Niaga maupun pemberlakukan persidangan secara online, sekalipun terkait persidangan online sendiri tentu perlu penyempurnaan pada beberapa aspek agar tidak mengurangi prinsip due process of law, karena masih adanya keterbatasan dalam persidangan online.

Terkait hal ini, Komisioner KPPU Guntur Saragih mengatakan keterbatasan jumlah pengadilan niaga menjadi tantangan tersendiri bagi KPPU, namun dia mengaku pihaknya sudah melakukan komunikasi bersama Mahkamah Agung (MA), termasuk PN Niaga.

Hukumonline.com

“Pertama perubahan tentang upaya keberatan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga. Karena keterbatasan Pengadilan Niaga yang hanya ada di kota besar, ini jadi tantangan. KPPU sudah komunikasi ke MA, termasuk ke PN Niaga dan kami yakin MA juga sudah melakukan antisipasi terhadap perubahan ini dan KPPU juga akan bekerja sama dengan semua pihak,” katanya dalam konferensi pers secara daring, Rabu (4/11).

Tags:

Berita Terkait