5 Alasan Asosiasi Pengusaha ‘Gugat’ Permenaker Upah Minimum 2023
Utama

5 Alasan Asosiasi Pengusaha ‘Gugat’ Permenaker Upah Minimum 2023

10 asosiasi pengusaha yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) meliputi APINDO, API, APRISINDO, APRINDO, ABADI, APSYFI, PHRI, HIPPINDO, GAPMMI, dan GAPKI.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Puluhan asosiasi pengusaha secara resmi telah menunjuk Prof Denny Indrayana (Integrity Law Firm) sebagai kuasa hukum untuk mengajukan uji materi terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

Ada 10 asosiasi pengusaha yang mengajukan permohonan uji materi itu meliputi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI). Kemudian, Perkumpulan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (HIPPINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

“Insya Allah, kami akan daftarkan uji materi Permenaker No.18 Tahun 2022 ini pada Senin (28/11/2022) besok,” ujar Denny Indrayana saat dikonfirmasi, Jum’at (25/11/2022).

Baca Juga:

Prof Denny menyebut sedikitnya 5 hal terkait permohonan uji materi ini. Pertama, permohonan itu intinya menyebut Permenaker No.18 tahun 2022 bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, seperti UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Putusan MK No.91 Tahun 2020 tentang pengujian UU No.11 Tahun 2020 dan PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

“Permenaker No.18 Tahun 2022 disusun tanpa partisipasi publik yang seharusnya,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014 itu.

Kedua, Permenaker No.18 Tahun 2022 diterbitkan di ujung masa penetapan upah minimum 2023 dengan mengubah formula penghitungan sebagaimana telah diatur dalam peraturan yang lebih tinggi. Karena itu, Prof Denny menyebut Permenaker No.18 Tahun 2022 bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang memperburuk iklim dunia usaha.

Tags:

Berita Terkait