5 Catatan JRKN terhadap Reformasi Kebijakan Narkotika
Terbaru

5 Catatan JRKN terhadap Reformasi Kebijakan Narkotika

Intervensi terhadap pengguna narkotika hanya boleh melalui berbasis kesehatan dan ilmu pengetahuan (science). Tapi, tidak sama sekali menggunakan pendekatan hukuman yang bersifat punitif.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah resmi menyodorkan draf Revisi Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika (RUU Narkotika) ke Komisi III DPR. Komisi III DPR telah menyodorkan daftar inventarisasi masalah (DIM) sebagai penanda pembahasan RUU bakal dimulai. Perubahan UU Narkotika sebagai upaya mereformasi kebijakan narkotika. Pemerintah dalam draf RUU Narkotika menuangkan reformasi kebijakan narkotika masih dengan rehabilitasi berbasis hukuman.

Anggota Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) Raynov Tumorang Pamintori Gultom berpandangan persoalan penting dalam kebijakan narkotika bermuara pada over kapasitas lembaga pemasyarakatan (Lapas) ataupun Rumah Tahanan (Rutan). Apalagi sudah menjadi rahasia umum, mayoritas Lapas dan Rutan di Indonesia didominasi penghuni yang tersandung kasus narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba).

Menurutnya, solusi mengatasi over kapasitas bukan dengan rehabilitasi berbasis hukuman. Yang perlu dikedepankan adalah perbaikan tata kelola narkotika yang tepat dengan merujuk pada penghormatan hak asasi manusia, kesehatan masyarakat, dan pengurangan dampak buruk (harm reduction). “Untuk itu, JRKN menyampaikan lima catatan penting agar menjadi perhatian pembentuk UU,” ujar Raynov dalam keterangannya, Rabu (6/4/2022).

Baca:

Pertama, pendekatan dalam reformasi kebijakan narkotika mesti sejalan dengan konstitusi negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, kesehatan publik, dan pengurangan dampak buruk. Menurutnya, melalui pendekatan tersebut, intervensi terhadap pengguna narkotika hanya boleh melalui berbasis kesehatan dan ilmu pengetahuan (science). Tapi tidak sama sekali menggunakan pendekatan hukuman yang bersifat punitif.

Ia menyayangkan karena melihat persoalan utama over kapasitas Lapas dan Rutan disikapi pemerintah dengan menyodorkan solusi dengan rehabilitasi proses hukum atau dapat dikatakan rehabilitasi berbasis hukuman. JRKN mengingatkan konsep rehabilitasi berbasis hukuman hanya memindahkan over kapasitas Lapas dan Rutan ke tempat-tempat rehabilitasi.

Kedua, pengguna narkotika seharusnya didekriminalisasi, tidak semua membutuhkan rehabilitasi. Bagi JRKN, negara yang berhasil mereformasi kebijakan narkotikanya tidak menghadirkan rehabilitasi wajib. Tapi, malah mengedepankan penilaian derajat keparahan yang bersifat komprehensif pada domain kesehatan, sosial, ekonomi untuk menentukan intervensi yang tepat.

Tags:

Berita Terkait