5 Catatan PBHI untuk Kasus gagal Ginjal Akut Pada Anak
Terbaru

5 Catatan PBHI untuk Kasus gagal Ginjal Akut Pada Anak

Presiden Joko Widodo didesak melakukan mutasi atau memecat pejabat negara dari instansi yang terlibat dalam administrasi izin dan edar obat sirop mematikan sebagai bentuk pertanggungjawaban sekaligus menghindari konflik kepentingan dalam pemeriksaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Meningkatnya kasus gagal ginjal akut pada anak menuai keprihatinan berbagai pihak. Ketua PBHI Julius Ibrani mencatat setidaknya 5 hal terkait kasus tersebut. Pertama, seluruh obat sirop yang beredar dan teridentifikasi mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) terdaftar secara resmi dan diuji instansi negara serta beredar secara legal.

Kementerian Kesehatan menyatakan cemaran berasal dari 4 bahan baku tambahan yakni propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol yang berasal dari luar negeri atau impor. Temuan BPOM menyebut produsen memiliki rekam jejak kepatuhan tidak baik. “BPOM dan Kemenkes mengakui terjadi kelalaian dalam pengujian dan pengawasan,” kata Julius ketika dikonfirmasi, Rabu (26/10/2022).

Baca Juga:

Kedua, kewenangan administrasi instansi. Julius menilai secara administrasi ada beberapa aspek yakni administrasi impor dan distribusi. Dalam kasus ini tidak ada obat sirop yang dinyatakan ilegal. Artinya semua produk telah melewati semua proses mulai dari izin impor, pengujian laboratorium, dan izin edar. Kewenangan administrasi impor ada di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Sedangkan kewenangan untuk registrasi dan edar ada di Kementerian Kesehatan dan BPOM.

Ketiga, pertanggungjawaban hukum. Menurut Julius, kasus ini terjadi sistematis mengingat jumlah korban dan sebaran wilayahnya. Hal itu menunjukan instansi yang berwenang di bidang administrasi melakukan kelalaian mulai dari impor sampai edar. “Seharusnya produk tersebut tidak lolos screening,” tegasnya.

Pertanggungjawaban pejabat negara akibat kelalaian yang menyebabkan korban gagal ginjal (penyakit) bahkan meninggal ini harus dipertanggungjawabkan secara pidana sebagaimana Pasal 359 KUHP (meninggal) dan 360 KUHP (penyakit gagal ginjal) dan spesifik pada Pasal 196 UU No.36 Tahun 2009. Pemidanaan juga bersifat setara dan wajib dikenakan terhadap swasta.

Selain itu, perlu juga ditelusuri apakah ada dugaan tindak pidana korupsi dalam beredarnya obat sirop tersebut. “Ini bisa jadi pintu masuk bagi KPK untuk melihat aspek spesifik,” ujar Julius.

Tags:

Berita Terkait