5 Catatan Setara Institute Soal Demokrasi dan Penghormatan HAM dalam RKUHP
Terbaru

5 Catatan Setara Institute Soal Demokrasi dan Penghormatan HAM dalam RKUHP

Mulai belum dibukanya draf terbaru ke publik, hingga adanya contradictio interminis perihal pasal penodaan agama.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu berpendapat pasal penodaan agama dalam UU PNPS 1/1965 ataupun KUHP acapkali digunakan untuk menghukum interpretasi seseorang yang berbeda dari keyakinan keagamaan mayoritas. “Yang seharusnya diatasi oleh pemerintah adalah ekspresi kebencian berdasar sentimen keagamaan/kepercayaan sebagaimana dalam diatur Pasal 302 ayat (1) RKUHP, bukan kelembagaan agama yang selama ini menjadi alasan dominan di balik pasal penodaan agama,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej menampik tudingan bahwa pemerintah seolah tak mendengar masukan dan melibatkan masyarakat. Menurutnya, RKUHP berstatus carry over seperti RUU Minerba dan RUU Bea Materai. Namun kedua RUU tersebut saat masuk prolegnas berikutnya langsung diketuk di rapat paripurna. Tapi lain halnya dengan RKUHP yang tidak langsung diketuk (disahkan).

Pemerintah malah terlebih dahulu mensosialisasikan ke masyarakat terkait dengan 14 isu krusial yang telah disepakati pemerintah dan DPR. Sejak Februari 2021 hingga 14 Juni 2021, pemerintah mensosialisasikan RKUHP, khususnya 14 isu krusial ke 12 daerah. Menurutnya, dalam sosialisasi Tim Perumus RKUHP pemerintah lebih banyak mendengar masukan yang kemudian digunakan untuk merevisi dan menyempurnakan draf RKUHP yang sebelumnya.

Tim ahli pemerintah pun kerapkali menggelar pertemuan secara virtual. Bahkan mengundang sejumlah kalangan yang kompeten di bidang masing-masing isu. Bahkan, hasilnya ada pasal yang dihapus dari draf RKUHP. Seperti Pasal yang mengatur advokat curang dan pasal tentang praktik tukang gigi palsu. “Jadi jangan bilang kita tidak sosialisasi. Kita mendengar dan tidak tuli dan buta. Tapi jangan diartikan kita tidak mendengar,” katanya.

Tags:

Berita Terkait