5 Hal yang Perlu Dipahami Penegak Hukum Saat Buktikan TPPU di Persidangan
Utama

5 Hal yang Perlu Dipahami Penegak Hukum Saat Buktikan TPPU di Persidangan

​​​​​​​Persamaan pemahaman antar penegak hukum ini penting untuk mengembalikan aset hasil kejahatan pada pidana pencucian uang.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Hal ini menjadi bukti jika hasil dari tindak pidana asal, nilainya kerap berbeda dengan TPPU. Sebab dalam perjalanannya pencucian uang yang dilakukan pelaku nilainya juga bisa bertambah dari nilai asal hasil kejahatan, belum lagi apabila ditemukan adanya penerimaan lain dari banyak pihak yang jika ditelusuri satu persatu hasilnya juga disamarkan atau disembunyikan pelaku tersebut.

Yang ketiga apa perlu dikenakan uang pengganti jika TPPU juga ikut didakwakan? Pertanyaan ini menurut Roy pernah ditanyakan majelis kepada salah seorang ahli dalam sebuah persidangan dimana hukumonline juga hadir dalam persidangan tersebut di mana Roy merupakan penuntut umum dan ahli yang ditanyakan tak lain adalah Yunus Husein.

Padahal ia berpendapat uang pengganti dan TPPU merupakan dua hal yang berbeda. Jika uang pengganti hanya menyasar harta yang ia nikmati dari hasil kejahatan yang didakwakan, namun pencucian uang menyasar lebih luas lagi yaitu hasil kejahatan baik yang masuk dalam Sprindik kemudian tertera dalam dakwaan, maupun tanpa Sprindik tapi pidana asalnya diuraikan dalam surat dakwaan.

“Pemahaman keempat, ini ada teman jaksa tanya, apa aset yang diatasnamakan pelaku, memangnya bisa dikenakan TPPU? Dulu kasus Nazaruddin ada aset dengan nama dia, itu dia bukan menyembunyikannya dengan nama orang lain, tapi aset itu disembunyikan seolah-olah dari bisnis yang sah,” jelasnya.

Sementara kelima mengenai standar pembuktian terbalik yang dibebankan kepada terdakwa. Dalam Pasal 28 UU Pemberantasan Tipikor, menyatakan untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.

Tujuan dari pasal ini menurut Roy untuk membuktikan aset yang disita oleh penegak hukum bukan dari hasil kejahatan. Yang menjadi pertanyaan apakah cukup pembuktian itu hanya berdasarkan keterangan tersangka atau terdakwa dalam persidangan? Kemudian apakah standar pembuktian sama dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

“Akan tetapi dalam praktiknya kami membuktikan ada harta yang didapat dari hasil tindak pidana. Ini lima cluster yang menjadi permasalahan di TPPU. Gimana ini bisa jadi pemahaman bersama karena jadi peperangan dalam persidangan,” jelas Roy. (Baca: Antisipasi Money Laundering, Advokat akan Diwajibkan Terdaftar di PPATK)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait