5 Masukan Dunia Usaha Terkait UMKM dalam Omnibus Law Cipta Kerja
Berita

5 Masukan Dunia Usaha Terkait UMKM dalam Omnibus Law Cipta Kerja

Bila ada UMKM yang sanggup membayar sesuai UMP sebaiknya diberikan kebijakan insentif seperti pembebasan pajak, atau pengurangan berbagai biaya perizinan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

Ketiga, usulan tentang sistem pengupahan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sengan total 38.109.196 juta orang dan tingkat upah sekitar Rp2 juta per bulan dan sektor perdagangan besar dan eceran termasuk di dalamnya ada hotel dan restoran sebanyak 24.268.760 orang dengan tingkat upah sekitar Rp 2,4 juta.

Mempertimbangkan fakta tersebut maka UMR, UMP atau UMK tidak layak diterapkan bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Sedang usaha menengah dapat diberlakukan UMR, UMP atau UMK. Hal ini disebakan karena rata-rata kemampuan membayar upah masih rendah berkisar di antara Rp2 sd Rp2,5 juta per bulan. Sehingga UMR tidak mungkin diberlakukan bagi UMK, apabila diberlakukan akan berdampak buruk bagi UMK. Penentuan upah diusulkan melalui negoisasi antara pemberi kerja dan penerima kerja.

Keempat, usulan tentang perizinan. Menurut Sutrisno, sektor perizinan memiliki kerumitan tersendiri. Tak hanya UMKM, bahkan usaha besar dan investor asing masih mengeluhkan perizinan di Indonesia yang dinilai tumpang tindih, berbelit-belit, lama dan mahal. Sehingga pemerintah diharapkan dapat melakukan penyederhaan melalui Omnibus Law Cipta Kerja.

“Prinsipnya bagi UMK adalah bersifat pendaftaran atau notifikasi, jadi kalau sudah mendaftar sudah cukup. Kecuali yang dilarang, usaha-usaha yang dilarang yaitu usaha yang sifatnya berbahaya dan menyakut keamanan dalam hal ini perlu perizinan,” imbuhnya.

Kelima, usulan tentang akses pendanaan. Terkait hal ini perlu tersedianya program dukungan akses pendanaan yang tegas dan konkrit bagi UMKM pada perbankan dan lembaga pembiayaan lain antara lain meliputi administrasi yang sederhana, adanya portfolio dalam jumlah yang tertentu bagi perbankan untuk membiayai/penyaluran kredit bagi UMKM, kebijakan bunga dan jaminan yang ringan.

Insentif

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo), Syahnan Palipi, mengakui jika di dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur bahwa pekerja tidak boleh mendapatkan upah di bawah upah minimum. Namun seyogyanya ada dia menilai selayaknya ada perlakuan khusus untuk pelaku UMKM.

“Apabila ada UMKM yang memang sanggup membayar sesuai UMP sebaiknya diberikan kebijakan insentif seperti pembebasan pajak, atau pengurangan berbagai biaya perizinan atau lainnya sebagai fungsi stimulus agar kinerja UMKM semakin meningkat,” katanya pada acara yang sama.

Terkait pajak UMKM yang telah diatur yaitu yang beromzet maks Rp4,8 miliar pertahun dengan pajak (PPH) final sebesar = 0,5% selama kurun waktu 3 tahun, Syahnan berpendapat sebaiknya mengikuti golongan usaha bersangkutan sebagai mana telah tercantum dalam UU UMKM. Jika usaha masih berskala mikrok dan kecil, sebaiknya tidak dikenakan pajak.

Tapi jika usaha mikro dan kecil sudah naik kelas menjadi skala menengah, pajak bisa diterpkan.  Maka peran Pemerintah, DPR, Pemerintah Daerah Provinsi, Kota dan Kabupaten bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan dan assosiasi UMKM sangat dibutuhkan oleh pengusaha UMKM, khususnya keberpihakan, memberikan fasilitasi, edukasi/diklat, konsultasi, advokasi, serta pendampingan berkelanjutan agar para UMKM mampu bangkit dengan cepat, bersaing dan bertumbuh berkesinambungan.

Tags:

Berita Terkait