5 Rekomendasi ICLD dalam Pembahasan RUU Pembentukan Peraturan
Utama

5 Rekomendasi ICLD dalam Pembahasan RUU Pembentukan Peraturan

Antara lain tidak membahas RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara terburu-buru, hingga pemerintah dan DPR seharusnya fokus pada perbaikan UU Cipta Kerja sesuai amar putusan MK.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pembahasan Revisi Undang-Undang No.12 Tahun 2011 sebagaimana diubah UU No.15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) memasuki tingkat pertama. Setelah resmi menjadi usul inisiasi DPR, pemerintah tengah merumuskan daftar inventarisasi masalah (DIM). Ada sejumlah masukan dari sejumlah elemen masyarakat, salah satunya dari Indonesian Center for Legislative Drafting (ICLD)  

Direktur Eksekutif ICLD, Fitriani Ahlan Sjarif mengatakan dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 atas pengujian formil UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mendorong pemerintah segera mengubah UU 12/2011 untuk kedua kalinya yang berfokus pada pengaturan metode omnibus law. Meski ada pula norma yang mengatur hal lain, namun draf yang dibuat DPR perlu dilakukan pendalaman.

Fitriani menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait pembahasan materi muatan perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini. Pertama, UU 12/2011 ataupun UU 15/2019 pada dasarnya perlu disempurnakan dalam rangka membangun sistem peraturan perundangan yang lebih baik.

(Baca Juga: 15 Poin Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

Kedua, proses pembentukan RUU Perubahan Kedua UU PPP ini tidak dapat dilakukan terburu-buru. Tapi, harus didahului identifikasi permasalahan yang lebih penting dan komprehensif, bukan malah untuk menjustifikasi kesalahan pada pembentukan peraturan perundangan-undangan sebelumnya yang potensi menimbulkan kemunduran dalam sistem hukum dan peraturan perundang-undangan Indonesia.  

Ketiga,terdapat dua hal paling yang menunjukkan RUU Perubahan Kedua UU PPP ini dibuat hanya untuk menjustifikasi UU Cipta Kerja melalui pengaturan definisi metode omnibus law dan teknis penyusunan peraturan dengan metode omnibus law. Kemudian, adanya pemberian kesempatan melakukan perbaikan kesalahan teknis penulisan walaupun RUU sudah mendapatkan persetujuan bersama DPR dan Presiden.

Dia melihat bila kedua pengaturan ini dipaksakan masuk dalam RUU, maka terlihat kemunduran sistem peraturan perundang-undangan. “Oleh karenanya, kedua hal ini tidak boleh diatur dalam RUU ini,” ujar Direktur Eksekutif ICLD, Fitriani Ahlan Sjarif melalui keterangan tertulisnya, Kamis (17/2/2022).

Keempat, amar putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tidak memerintahkan untuk melakukan perubahan UU 12/2011 sebagaimana diubah UU 15/2019, tapi memerintahkan perbaikan atas UU 11/2020 selama 2 tahun sejak putusan diterbitkan. “Karena itu, perbaikan UU 11/2020 perlu dipercepat agar persoalan peraturan perundang-undangan tidak semakin banyak. Termasuk persoalan yang timbul akibat peraturan pelaksana dari UU 11/2020,” saran Dosen Ilmu Perundang-undangan pada Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia itu.

Tags:

Berita Terkait