5 Rekomendasi Komnas Perempuan Mendorong Kehidupan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas
Terbaru

5 Rekomendasi Komnas Perempuan Mendorong Kehidupan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

Komnas Perempuan mendorong berbagai pihak terutama pemerintah untuk menyediakan berbagai solusi yang transformatif dalam mewujudkan tatanan kehidupan yang inklusif, mudah diakses, dan adil untuk pemenuhan hak-hak perempuan dengan disabilitas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Aksi unjuk rasa bertajuk 'Kebangkitan Nasional Penyandang Disabilitas' di depan Istana Merdeka beberapa waktu lalu. Foto: RES
Aksi unjuk rasa bertajuk 'Kebangkitan Nasional Penyandang Disabilitas' di depan Istana Merdeka beberapa waktu lalu. Foto: RES

Diratifikasinya konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui UU No.19 Tahun 2011 dan terbitnya UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas diharapkan mampu mendorong terbitnya kebijakan yang mewujdukan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mencatat sampai saat ini perempuan dengan disabilitas masih mengalami diskriminasi, stigma, dan peminggiran baik dalam masyarakat atau proses pengambilan keputusan. Diskriminasi itu berdampak terhadap ketertinggalan perempuan disabilitas dalam berbagai bidang kehidupan dan makin langgengnya stereotip baik terkait gender maupun disabilitas yang ujungnya pada pelanggaran HAM.

Hal itu terlihat dari data BPS per Agustus 2021 dimana jumlah perempuan disabilitas usia kerja lebih besar jumlahnya (9,32 juta atau 55 persen) ketimbang laki-laki usia kerja (7,62 juta atau 45 persen). “Dari jumlah itu penyandang disabilitas yang bekerja hanya 7,04 juta, sisanya pengangguran terbuka. Perempuan disabilitas yang masuk dunia kerja lebih sedikit 3,1 juta orang atau 42,7 persen. Sementara laki-laki sebanyak 57,3 persen atau sekitar 4,29 juta orang,” kata Andy saat dikonfirmasi, Senin (05/12/2022).

Andy mencatat indeks inklusivitas Indonesia terbilang rendah di dunia termasuk di ASEAN. Indeks inklusivitas adalah ukuran holistik dari pembangunan inklusif yang berfokus pada kesetaraan ras, etnik, gender, agama dan disabilitas sebagai representasi politik, kekerasan di luar kelompok, ketimpangan pendapatan, tingkat penahanan serta kebijakan migrasi atau pengungsi. Di tingkat dunia, Indonesia berada di peringkat 125, posisi yang lebih rendah dari Vietnam, Thailand, Filipina dan Singapura.

Perempuan dan anak penyandang disabilitas menurut Andy selain rentan mengalami kekerasan berbasis gender juga rawan mengalami berbagai bentuk kekerasan khusus, seperti stigma dan diskriminasi. Bentuk lainnya yakni menghapus atau mengontrol akses terhadap alat bantu komunikasi atau menolak membantu komunikasi, penghapusan perangkat dan fitur aksesibilitas seperti kursi roda atau ramp. Serta penolakan oleh pengasuh untuk membantu aktivitas setiap hari seperti mandi, berpakaian, makan dan lainnya.

Bentuk-bentuk kekerasan khusus terhadap perempuan dengan disabilitas mencakup intimidasi, pelecehan verbal, dan ejekan karena kondisi disabilitas. “Diskriminasi dan kekerasan sedemikian telah menghambat perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan pembangunan,” ujar Andy.

Dalam rangka memperingati Hari Penyandang Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2022 yang mengusung tema Transformative solutions for inclusive development: the role of innovation in fuelling an accessible and equitable world, Komnas Perempuan mendorong berbagai pihak terutama pemerintah untuk menyediakan berbagai solusi yang transformatif dalam mewujudkan tatanan kehidupan yang inklusif, mudah diakses, dan adil untuk pemenuhan hak-hak perempuan dengan disabilitas. Upaya itu dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan maupun teknologi.

Komnas Perempuan merekomendasikan sedikitnya 5 poin penting kepada pemerintah. Pertama, pemerintah perlu menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap perempuan penyandang disabilitas dengan UU Penyandang Disabilitas dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Kedua, Kementerian Sosial RI diharapkan melakukan kampanye dan pendidikan publik untuk menghapus stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas terutama perempuan disabilitas dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang.

Ketiga, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak penting untuk mengembangkan inovasi sistem pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas dengan teknologi yang terjangkau dan mudah diakses oleh perempuan dengan disabilitas. Keempat, Kementerian Telekomunikasi dan Informasi agar mengembangkan inovasi sarana, prasarana, dan layanan, termasuk akses teknologi informasi dan komunikasi yang ramah terhadap perempuan dengan disabilitas.

Kelima, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan inovasi untuk kurikulum dan metode pembelajaran berbasis teknologi yang memudahkan penyandang disabilitas khususnya perempuan dengan berpartisipasi penuh dalam pembelajaran.

Tags:

Berita Terkait