54 Profesor Ini Mendesak Arief Mundur dari Jabatannya
Utama

54 Profesor Ini Mendesak Arief Mundur dari Jabatannya

Mantan Ketua MK Prof Jimly Assidiqie tidak termasuk yang meminta Arief mundur dan tidak mengidealkan adanya sikap para guru besar itu.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dosen STHI Jentera, Bivitri Susanti mengatakan bayangkan ketika melihat putusan MK diawal putusanya terdapat irah-irah sinar ketuhanan yang seharusnya hakim konstitusi yang memutus memiliki standar etik yang tinggi. “Diharapkan semoga yang bersangkutan tersentuh hatinya ketika 54 guru besar ini telah meminta kepada Arief untuk mundur demi menjaga keutuhan marwah dan penegakkan etik di MK,” kata dia.

 

Saat dikonfirmasi, Arief Hidayat enggan berkomentar banyak. Namun, ia merasa kebingungan harus mengikuti yang mana (Karena terdapat orang pro dan kontra terhadap dirinya). “Saya ikuti saja ketentuan hukum yang berlaku. Indonesia adalah negara hukum, bukan pada petisi surat ataupun konperensi pers,” kata Arief kepada Hukumonline.

 

Lalu, ia pun mengirimkan quote kepada Hukumonline yang berisi “Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu” (Ali bin Abi Thalib).

 

Tidak ideal

Terpisah, Prof Jimly Assidiqie menyerahkan semua kepada sikap Arief Hidayat. “Kan saya orang luar, itu terserah Arief. Tetapi, tindakan para senior ini, saya tidak mengidealkan untuk menyuruh seseorang pejabat untuk mundur. Itu tidak sehat dan tidak dapat dibenarkan juga,” katanya kepada Hukumonline.

 

Namun, kata Jimly, ini menjadi pelajaran bagi kita semua. “Nah, adanya hal ini menjadi kritik bagi kita semua agar memperbaiki mekanisme pencalonan dan pemilihan hakim konstitusi,” kata dia.

 

Menurutnya, mekanisme perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi selama ini tidak tepat. Karena itu, prosedur pencalonan dan pemilihannya harus lebih detail yang diatur dalam peraturan masing-masing tiga lembaga yang mencalonkan hakim konstitusi yakni presiden, Mahkamah Agung (MA), dan DPR.

 

Dia menjelaskan proses untuk mendapatkan hakim konstitusi itu melalui tahapan pencalonan dan pemilihan. Dalam proses pencalonan hakim konstitusi harus memiliki unsur partisipatif dan transparan. “Partisipatif ialah ada keikutsertaan masyarakat dan transparan ialah keterbukaan. Dalam praktik yang sebelumnya hal ini belum diterapkan sepenuhnya,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait