6 Catatan Koalisi Masyarakat Sipil di Hari Kehakiman
Berita

6 Catatan Koalisi Masyarakat Sipil di Hari Kehakiman

Diantaranya, MA dan KY perlu pengawasan yang sistematis dan sinergis terhadap kinerja, integritas, dan perilaku hakim; MA perlu mengevaluasi pelaksanaan sidang secara daring; MA patut memerintahkan hakim menghentikan penjatuhan hukuman pidana mati; Pemerintah dan DPR memasukan prinsip exclusionary rules dan instrumen HAM lainnya dalam rancangan dan DIM revisi KUHAP.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Dalam perkara seperti ini, Arif berpendapat hakim seringkali pasif menghadirkan saksi verbalisan. Padahal sebagaimana diketahui saksi verbalisan adalah penyidik yang menangani perkara dan hasilnya bisa diketahui penyidik itu tidak akan mengakui penyiksaan yang telah dilakukan.

Kelima, persidangan virtual (daring) banyak melanggar hak terdakwa. Menurut Arif, pendampingan hukum yang dilakukan LBH Jakarta dan LBH Masyarakat pada persidangan selama pandemi Covid-19 menilai hakim cenderung memaksakan sidang untuk dilakukan secara daring tanpa mempertimbangkan hak terdakwa di persidangan, misalnya ketika pembuktian atau pemeriksaan pokok perkara.

“Dalam konsideran menimbang huruf c Perma No.4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik menegaskan penyelesaian secara cepat dan penghormatan terhadap HAM merupakan hal yang tidak bisa diabaikan,” ujarnya mengingatkan.

Pengabaian hak-hak terdakwa dalam sidang secara daring dapat dilihat misalnya dari kasus retardasi mental di PN Jakarta Selatan; aktivis KAMI, Jumhur Hidayat, yang diperika melalui persidangan daring tanpa didahului oleh penetapan, prosedur hukum sebagaimana diatur Perma No.4 Tahun 2020.

Keenam, mekanisme pelaporan/pengaduan terhadap hakim tidak transparan, imparsial, efektif, dan akuntabel. Arif menyebut tahun 2019, KY menerima 1.544 laporan masyarakat dan 891 surat tembusan periode 2 Januari-23 Desember 2019. Masalah perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY sebanyak 686 laporan dan perkara pidana 464 laporan. Ada juga laporan terkait perkara agama (90 laporan), Tata usaha Negara (82 laporan), Tipikor (50 laporan), pemilu (36 laporan), PHI (34 laporan), dan lingkungan (30 laporan).

Laporan yang masuk ke KY itu, menurut Arif selaras dengan pengalaman LBH Jakarta dan LBH Masyarakat dalam melakukan pendampingan di persidangan yang banyak menemukan pelanggaran hak terdakwa yang dilakukan dan dibiarkan hakim pemeriksa perkara. Terkait Badan Pengawas MA, Arif menghitung ada 11 laporan yang disampaikan pihaknya kepada Bawas MA. Tapi Bawas MA cenderung defensif dan seolah membela hakim. “Bawas MA juga enggan mengumumkan putusan atas laporan tersebut kepada publik,” bebernya.

Pengacara Publik LBH Masyarakat, Maruf Bajammal, mengatakan Koalisi mengusulkan 6 hal kepada MA, KY, Pemerintah dan DPR. Pertama, MA dan KY untuk melakukan pengawasan sistematis dan sinergis terhadap kinerja, integritas, dan perilaku hakim. Pengawasan itu utamanya dalam hal akuntabilitas peradilan atau setidaknya menindaklanjuti semua laporan masyarakat yang masuk untuk meminimalisir terjadinya pengulangan terhadap pelanggaran hakim.

Kedua, MA perlu mengevaluasi pelaksanaan sidang secara daring karena banyak terjadi pelanggaran hak terdakwa di persidangan, kecuali untuk tindak pidana ringan. Ketiga, MA diharapkan melakukan pembenahan dengan mempertimbangkan dimensi HAM dalam pertimbangan maupun administrasi peradilan agar lebih efektif dan efisien, transparan, aksesibel serta bertanggung jawab dengan tujuan untuk memberikan pelayanan publik yang optimal. “Serta upaya preventif terhadap praktik-praktik judicial corruption,” kata Maruf.

Keempat, MA patut memerintahkan hakim untuk menghentikan penjatuhan hukuman pidana mati terhadap terdakwa yang bertentangan dengan prinsip HAM, khususnya kelompok rentan. Kelima, Pemerintah dan DPR layak mengevaluasi pelaksanaan hukuman mati dan mereformasi kebijakan hukuman mati di Indonesia seperti mandat UUD RI 1945, UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Kovenan Sipol dan Konvensi Anti Penyiksaan. Keenam. Pemerintah dan DPR memasukan prinsip exclusionary rules dan instrumen HAM lainnya dalam rancangan dan DIM revisi KUHAP.

Tags:

Berita Terkait