6 Kampus Hukum Perintis M.Kn. Sepakat Perlu Evaluasi Pendidikan Kenotariatan
Utama

6 Kampus Hukum Perintis M.Kn. Sepakat Perlu Evaluasi Pendidikan Kenotariatan

Standar kurikulum dan kualifikasi pengajar menjadi masalah utama yang akan diselesaikan.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Dekan FH UGM, Sigit Riyanto juga setuju perlunya evaluasi menyeluruh dari penyelanggaraan M.Kn. di Indonesia. “Wacana yang baik, bisa menjadi pemicu untuk perbaikan standar mutu dan tata kelola penyelenggaraan M.Kn.” ujarnya.

 

Namun bagi Sigit, melakukan moratorium tidak bisa begitu saja tanpa pembicaraan dengan para pemangku kepentingan. Selain Ditjen AHU dan Kemenristekdikti, ada kampus-kampus penyelenggara M.Kn. yang harus duduk bersama menyepakati langkah evaluasi yang akan diambil.

 

“Yang terpenting ada standar mutu, tata kelola, mutu pengajar, jadi tidak merugikan masyarakat,” jelasnya soal evaluasi macam apa yang akan dituju dari pendidikan kenotariatan ke depannya.

 

(Baca Juga: Kemenkumham Pastikan Mulai 2018 Penerimaan M.Kn. Harus Dihentikan)

 

Wakil Dekan FH UNAIR, Nurul Bazirah, menilai masalah yang dilihat Ditjen AHU soal kualitas notaris lulusan M.Kn. tidak bisa dipukul rata berasal dari semua kampus penyelenggara M.Kn. “Sebenarnya yang jadi permasalahan kan bukan perguruan tinggi kami, tapi lainnya. Memang perlu pembenahan, tidak bisa digeneralisasi,” tandasnya.

 

Nurul mengatakan kampusnya siap untuk memenuhi kebutuhan Ditjen AHU dengan langkah-langkah terukur. “Titik temunya kita tingkatkan kerjasama, koordinasi, komunikasi, dan cari solusi agar pendidikan kenotariatan makin berkualitas,” tambah Nurul.

 

Dekan FH USU, Budiman Ginting memaklumi bahwa wacana Ditjen AHU berdasarkan fakta di lapangan soal banyaknya notaris yang menyimpang. “Kalau evaluasi penting, banyak memang sekarang notaris jadi sengketa di daerah,” akunya.

 

Sebagai mantan anggota Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris dan saat ini menjabat anggota Majelis Kehormatan Notaris di tingkat Provinsi, ia ikut terlibat mengurus pengaduan dan temuan di lapangan soal penyimpangan oknum-oknum notaris. “Banyak etika pembuatan akta disimpangi oleh notaris, misalnya nggak ada orang menghadap tapi dibuatnya juga (akta),” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait