6 Risiko Hukum Melakukan PHK
Terbaru

6 Risiko Hukum Melakukan PHK

Antara lain buruh yang tidak puas dengan alasan PHK yang digunakan perusahaan bisa melakukan perlawanan dengan cara menempuh proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial. PHI bisa membatalkan PHK yang dilakukan perusahaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Mantan Hakim Ad Hoc PHI Jakarta Juanda Pangaribuan. Foto: ADY
Mantan Hakim Ad Hoc PHI Jakarta Juanda Pangaribuan. Foto: ADY

Terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan adalah harapan dari sejumlah regulasi di bidang ketenagakerjaan baik itu UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah sebagian melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

Tapi ada kalanya hubungan yang terjalin antara pengusaha selaku pemberi kerja dan pekerjanya tak berjalan mulus, sehingga berujung sengketa. Jika perselisihan itu tak kunjung selesai, mekanisme penyelesaian bisa mengarah pada terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Secara umum regulasi bidang ketenagakerjaan tidak melarang terjadinya PHK. Tapi perlu diingat, Pasal 151 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 mengamanatkan pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK.

Baca Juga:

Ada tata cara yang harus dilakukan sebelum melakukan PHK. Sebelumnya dalam Pasal 151 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 mengatur jika segala upaya telah dilakukan tapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK itu wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau dengan pekerja/buruh yang bersangkutan bisa pekerja/buruh itu tidak menjadi anggota serikat pekerja.

Jika perundingan itu tak menghasilkan persetujuan pengusaha hanya dapat melakukan PHK setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Ketentuan tersebut diubah UU No.11 Tahun 2020, jika PHK tidak dapat dihindari, Pasal 151 ayat (2) mengatur maksud dan alasan PHK diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

Jika pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak PHK, penyelesaian dilakukan melalui perundingan bipartit. Proses penyelesaian perselisihan berlanjut ke tahap berikutnya dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perundingan bipartit tidak tercapai kesepakatan. Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara PHK diatur dalam PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK (PP PKWT-PHK).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait