“Pencatatan juga dipengaruhi oleh kebijakan lembaga yang diberi mandat untuk mencatat,” imbuhnya.
Dia menguraikan ada berbagai sebab masyarakat tidak mau melaporkan kejahatan. Hal itu bisa saja terjadi karena tidak ada yang mengetahui bahwa telah terjadi kejahatan, tidak ada korban atau korban tidak mau melapor. “Bisa juga karena faktor ketidakpercayaan kepada aparat atau memilih untuk menyelesaikan tanpa melapor ke pihak berwajib.”
Martini mengusulkan agar pencatatan dilakukan secara terintegrasi. Pencatatan yang dilakukan secara terpisah antar instansi bisa menimbulkan bias kepentingan organisasi. Misalnya, suatu organisasi mau dilihat lebih baik dengan mencatatkan banyak kasus yang diselesaikan. Atau kasus yang dicatat hanya yang memenuhi syarat organisasi tersebut. “Penting untuk menentukan sistem pencatatan mana yang dijadikan acuan,” lanjutnya.
Tantangan
Dalam acara yang sama, Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono mengatakan data statistik kriminal sangat dibutuhkan sebagai bagian dari Satu Data Indonesia. Dia menyebut setidaknya 2 hal urgensi dibentuknya data statistik kriminal.
Pertama, data statistik kriminal yang valid, reliable, dan sustainable akan bermanfaat bagi berbagai pihak. Data tersebut akan menjadi salah satu tolok ukur dan acuan dalam menilai tingkat keamanan suatu wilayah.
Kedua, aspek keamanan merupakan salah satu faktor penting bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan. Melansir laporan Bappenas terkait kemanan investasi Indonesia tahun 2016 menyatakan kondisi keamanan yang baik akan menciptakan iklim investasi yang baik. “Mendorong agar investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Ini urgensi kenapa kita akan mewujudkan satu data statistik kriminal,” kata Ateng Hartono.
Ateng mengatakan ada banyak tantangan untuk mewujudkan satu data statistik kriminal, setidaknya ada 3 hal. Pertama, standar dan klasifikasi data yang berbeda antar instansi produsen data statistik kriminal. Tapi untungnya saat ini ada klasifikasi internasional terkait statistik kriminal yakni International Classification of Crime for Statistical Purpose (ICCS) yang digunakan oleh PBB (UNSC).
“Klasifikasi tersebut menjadi acuan untuk mewujudkan satu data statistik kriminal,” terangnya.
Kedua, dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yaitu goal 16 terkait dengan perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat. Tapi masih ada indikator global SDGs terkait keamanan yang belum tersedia. Ketiga, United Nations Survey of Crime Trends and Operations of Criminal Justice Systems yang memerlukan 124 indikator, tapi Indonesia hanya sanggup mengisi lengkap 48 indikator.