7 Inisiatif Pemenuhan Hak Korban dan Pihak Ketiga dalam Pembaharuan KUHAP
Terbaru

7 Inisiatif Pemenuhan Hak Korban dan Pihak Ketiga dalam Pembaharuan KUHAP

Seperti pembuatan victim impact statement, hingga penggantian dana bagi korban.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Narasumber dalam sebuah webinar mengenai pembaharuan KUHAP di Jakarta, Kamis (22/12/2022). Foto: RFQ
Narasumber dalam sebuah webinar mengenai pembaharuan KUHAP di Jakarta, Kamis (22/12/2022). Foto: RFQ

Upaya memperbaharui hukum acara pidana dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi pekerjaan besar. Ada sejumlah hal yang perlu diperbaharui dalam KUHAP yang sudah berlaku selama 41 tahun ini, salah satunya pemenuhan hak korban dan pihak ketiga.

Guru Besar Krminilogi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia (Fisip UI) Prof Adrianus Meliala mengatakan proses pembaharuan KUHAP perlu mengaudit terlebih dahulu sejumlah persoalan dalam penerapan hukum acara yang berlaku sepanjang 41 tahun. Misalnya, khusus pemenuhan hak korban dan pihak ketiga dalam KUHAP belum menjadi prioritas.

Ia menilai untuk memenuhi hak korban tindak pidana dan pihak ketiga terdapat tujuh inisiatif sebagai bagian dalam memperbaiki KUHAP. “Ada tujuh inisiatif terkait pemenuhan hak korban dan pihak ketiga dalam RKUHAP,” kata Andrianus dalam sebuah webinar di Jakarta, Kamis (22/12/2022).

Pertama, pembuatan victim impact statement atau pernyataan tentang dampak kejahatan pada korban. Menurutnya, harus diakui terdapat kemungkinan dampak yang berbeda-beda terhadap korban. Bahkan berbeda-beda pula terkait kejahatan yang sama. Hal ini ada kaitannya dengan latar belakang korban, kemampuan sosial-ekonomi dan psikologis korban yang berbeda-beda, sehingga dampak negatifnya berbeda-beda pula.

Baca Juga:

Dia berpendapat ada perbedaan dampak negatif perlu dipertimbangkan hakim dalam pemberian sanksi bagi pelaku. Khususnya sanksi berupa kewajiban rehabilitasi dan reparasi oleh pelaku terhadap korban. Menurutnya, pernyataan tertulis dapat ditambah dengan pemberian kesempatan kepada korban agar mengutarakan secara gamblang di persidangan perihal dampak kejahatan.

Kedua, pemeriksaan dengan model ‘three in one’ terhadap korban kekerasan seksual. Menurutnya pemeriksaan terhadap korban kekerasan seksual memperpanjang derita korban ketika pemeriksaan berlangsung lama, melelahkan dan tidak efisien. Karena itu, perlu diberikan kewajiban negara melakukan pemeriksaan dengan tiga tujuan sekaligus. Yakni, seorang korban kekerasan seksual diperiksa oleh dokter/paramedis, polwan penyelidik/penyidik serta psikiater/psikolog/konselor psikologis.

Tags:

Berita Terkait