8 Ancaman PP Bank Tanah Terhadap Reforma Agraria
Utama

8 Ancaman PP Bank Tanah Terhadap Reforma Agraria

Kalangan organisasi masyarakat sipil masih mengkaji PP No.64 Tahun 2021 ini. Jika sudah selesai dikaji bisa saja keputusannya nanti mengajukan uji materi ke MA.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 6 Menit

Dia menilai PP No.64 Tahun 2021 melihat tanah sebagai komoditas yang mudah diperjualbelikan dan dimonopoli sekelompok orang, terutama pemilik modal. Padahal, UU Pokok-Pokok Agraria memandatkan adanya fungsi sosial atas tanah dan melarang monopoli atas tanah oleh pihak swasta. Bagi Dewi, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya membelokkan peran negara yang seharusnya menjamin hak atas tanah untuk rakyat miskin dan mencegah monopoli swasta.

Ketiga, memperparah ketimpangan, konflik agraria, dan perampasan tanah masyarakat. Bank Tanah memperkuat pengadaan tanah bagi kelompok bisnis dan pemodal, termasuk praktik monopoli dan negaraisasi tanah. Hal tersebut melebarkan ketimpangan penguasaan tanah antara masyarakat dengan badan usaha dan negara. Dengan menggunakan asas domein verklaring, sistem hak pengelolaan akan menambah parah konflik agraria. Tahun 2020, KPA mencatat ada 241 konflik agraria struktural yang berdampak terhadap lebih dari 135 ribu keluarga di 359 desa/kota.

“Proses perolehan tanah oleh Bank Tanah berpotensi kuat tumpang tindih dengan wilayah hidup masyarakat. Sumber tanah Bank Tanah banyak berasal dari tanah yang seharusnya diprioritaskan untuk rakyat dalam kerangka reforma agraria,” bebernya.

Keempat, memudahkan perampasan tanah dengan dalih pengadaan tanah untuk kepentingan investasi. Dewi berpendapat revisi UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum melalui UU Cipta Kerja dan PP No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan memperkuat posisi Bank Tanah. Misalnya, revisi UU Pengadaan Tanah memperluas definisi kepentingan umum yang menjadi salah satu tujuan Bank Tanah dan PP Hak Pengelolaan menjadi pendukung sumber tanah bagi Bank Tanah.

Dewi menilai Bank Tanah sebagai lembaga jenis baru karena kekayaan Bank Tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, tapi Bank Tanah bentuknya bukan BUMN. Pasal 3 ayat (2) PP No.64 Tahun 2021 mengatur Bank Tanah dapat melakukan fungsi publik (pengaturan) dan privat (kerja sama). Bank Tanah juga bisa membentuk badan usaha atau badan hukum dalam mendukung kegiatan usahanya.

Kelima, tujuan Bank Tanah bertentangan dengan reforma agraria. Kendati PP No.64 Tahun 2021 memasukan reforma agraria sebagai salah satu yang diamanatkan untuk dijamin ketersediaan tanahnya oleh Bank Tanah, tapi menurut Dewi hal ini sebagai bentuk penyelewengan reforma agraria. Reforma agraria dimasukkan dalam PP tersebut hanya untuk menutupi misi liberalisasi pertanahan.

“Dicantumkannya reforma agraria dalam beleid ini tidak akan memberikan dampak terhadap tahapan reforma agraria. Ini adalah muslihat Bank Tanah untuk mengambil alih pengelolaan tanah-tanah yang selama ini diwajibkan menjadi obyek reforma agraria,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait