9 Hal yang Perlu Dimiliki Penerjemah dalam Penerjemahan Dokumen Hukum
Potret Kamus Hukum Indonesia

9 Hal yang Perlu Dimiliki Penerjemah dalam Penerjemahan Dokumen Hukum

Firma hukum di kota-kota besar tak hanya diisi advokat, tetapi juga tenaga pendukung seperti penerjemah. Ada regulasi terbaru yang diterbitkan pemerintah.

Oleh:
Muhammad Yasin/Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Kini, memang sudah ada pergeseran. Menurut Hananto, sebelumnya penerjemahan dokumen peraturan perundang-undangan dilakukan oleh penerjemah lepas, baik yang bersumpah maupun tidak; juga dilakukan penerjemah internal yang bekerja pada kantor hukum, perusahaan atau agensi penerjemah. Kini, para penerjemah fungsional pemerintah sudah mulai melakukan penerjemahan dokumen peraturan perundang-undangan. Meskipun, yang diterjemahkan umumnya yang bersifat strategis, penting untuk pembangunan, dan berdampak luas pada bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik Indonesia. “Idealnya, terjemahan resmi dokumen peraturan perundang-undangan disediakan oleh pemerintah,” jelas Hananto dalam pernyataan tertulis menjawab pertanyaan hukumonline.

 

Para penerjemah di Indonesia kini memiliki organisasi bernama Himpinan Penerjemah Indonesia. Organisasi ini memiliki sekitar 2500 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. Tetapi sebagian besar anggota berdomisili di Ibukota. Ke depan, kata Hananto, akan dibentuk komisariat HPI di daerah mengingat peran penerjemah semakin besar di masa mendatang. HPI juga ingin ada tes sertifikasi nasional untuk penerjemah dan juru bahasa. “HPI sebagai organisasi para penerjemah profesional siap membantu upaya tersebut,” kata Hananto.

 

Baca juga:

 

Permenkumham

Ketentuan terbaru tentang penerjemah di Indonesia adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 04 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 29 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Pelaporan, dan Pemberhentian Penerjemah Tersumpah. Sebelumnya, sudah terbit pula Permenkumham No. 13 Tahun 2018 tentang Penerjemahan Resmi Peraturan Perundang-Undangan.

 

Keberadaan para penerjemah di Indonesia sebenarnya sudah diakui sejak zaman Hindia Belanda, sebagaimana terbukti dari pengaturan mereka dalam Staatblad Tahun 1859 No. 69 tentang Sumpah Para Penerjemah, dan Staatblad Tahun 1894 No. 16 tentang Para Penerjemah.

 

Dalam KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981), keberadaan penerjemah juga disinggung sebagai bagian dari proses persidangan. Pasal 53 KUHAP menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak setiap waktu berhak mendapat bantuan juru bahasa.

 

Pasal 177 KUHAP menyebutkan jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. Dalam hal seseorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara, ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu. Bahkan KUHAP sudah lebih maju mengakui ‘penerjemah’ bahasa isyarat bagi terdakwa atau saksi yang mengalami disabilitas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait