9 Hal yang Perlu Dimiliki Penerjemah dalam Penerjemahan Dokumen Hukum
Potret Kamus Hukum Indonesia

9 Hal yang Perlu Dimiliki Penerjemah dalam Penerjemahan Dokumen Hukum

Firma hukum di kota-kota besar tak hanya diisi advokat, tetapi juga tenaga pendukung seperti penerjemah. Ada regulasi terbaru yang diterbitkan pemerintah.

Oleh:
Muhammad Yasin/Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 13 Tahun 2018 telah mengatur penerjemahan resmi  perundang-undangan Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Dengan kata lain, penerjemahan resmi peraturan perundang-undangan ada di tangah pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Jika ada pihak yang membutuhkan terjemahan resmi peraturan perundang-undangan, pihak tersebut mengajukan permohonan disertai urgensi penerjemahan.

 

Permohonan penerjemahan belum tentu diterima. Jika menurut penilaian Dirjen Peraturan Perundang-Undangan urgensi penerjemahan tidak memenuhi syarat, pihak yang memohon diminta memenuhi persyaratan. Jika memenuhi syarat, Dirjen akan membentuk tim penerjemahan. Anggota tim ini antara lain adalah pejabat fungsional penerjemah.

 

Peraturan Menkumham No. 04 Tahun 2019 mengatur antara lain persyaratan untuk dapat diangkat menjadi penerjemah tersumpah. Penerjemah tersumpah adalah orang atau individu yang mempunyai keahlian dalam menghasilkan terjemahan, yang telah diangkat sumpah oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dan terdaftar pada kementerian dimaksud.

 

Jika dilihat dari Peraturan Menkumham No. 04 Tahun 2019 ini seorang yang berstatus sebagai advokat tidak dapat diangkat jadi penerjemah tersumpah. Demikian juga pegawai negeri, pejabat negara atau memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap. Seseorang dapat diangkat jadi penerjemah jika telah lulus ujian kualifikasi penerjemah yang diselenggarakan Lembaga Sertifikasi Profesi yang dibentuk organisasi profesi atau perguruan tinggi. Jika belum ada lembaga sertifikasi dimaksud, ujian dilaksanakan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

 

Hananto mengatakan Peraturan Menteri menghendaki HPI atau perguruan tinggi membentuk lembaga sertifikasi profesi (LSP) lebih dahulu dengan memenuhi segala syarat dan ketentuan yang ditetapkan BNSP agar dapat menyelenggarakan ujian kualifikasi penerjemah tersumpah. “Ini hal baru bagi HPI dan perguruan tinggi. Saat ini, HPI belum memiliki LSP,” jelasnya kepada hukumonline

 

Perundang-undangan menggunakan istilah ‘penerjemah’ dan ‘juru bahasa’. Lembaga Bahasa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia pernah menggelar pelatihan tentang masalah ini, dan diikuti hukumonline. Dalam pelatihan itu, Inanti Pinintakasih, seorang juru bahasa professional dan pendiri Asosiasi Juru Bahasa Konferensi Indonesia menjelaskan bahwa penerjemah dan juru bahasa adalah orang yang memiliki keahlian melakukan alih bahasa. Namun keduanya memiliki perbedaan. Penerjemah (translator) merujuk pada seseorang yang ahli mengalihkan bahasa secara lisan, semisal penerjemah dalam konferensi internasional. Sedangkan juru bahasa (interpreter) ahli dalam alih bahasa lewat tulisan.

Tags:

Berita Terkait