9 Kesimpulan Komnas HAM Terhadap Tragedi Stadion Kanjuruhan
Terbaru

9 Kesimpulan Komnas HAM Terhadap Tragedi Stadion Kanjuruhan

Tragedi stadion Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran HAM.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Kiri ke kanan: M Choirul Anam, Ahmad Taufan Damanik, dan Beka Ulung Hapsara saat konferensi pers soal tragedi Kanjuruhan, Rabu (2/11/2022). Foto: Ady
Kiri ke kanan: M Choirul Anam, Ahmad Taufan Damanik, dan Beka Ulung Hapsara saat konferensi pers soal tragedi Kanjuruhan, Rabu (2/11/2022). Foto: Ady

Tragedi stadion Kanjuruhan, Malang, yang terjadi Sabtu (1/10/2022) lalu disebut sebagai tragedi terhadap kemanusiaan. Komnas HAM telah melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap peristiwa yang menewaskan 135 jiwa itu. Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam, mengatakan hasil penyelidikan dan pemantauan itu menyimpulkan setidaknya 9 hal. Pertama, tragedi stadion Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi akibat tata kelola sepak bola yang diselenggarakan tanpa menghormati dan memastikan prinsip serta norma keselamatan dan keamanan.

“Selain itu terjadi karena ada tindakan berlebihan (excessive use of force),” kata Anam dalam konferensi pers, Rabu (2/11/2022).

Kedua, terdapat sistem pengamanan yang menyalahi aturan PSSI dan FIFA dengan pelibatan kepolisian dan TNI antara lain, masuknya gas air mata serta penembakan gas air mata, penggunaan simbol-simbol keamanan yang dilarang dan fasilitas kendaraan. Pelanggaran terhadap aturan PSSI dan FIFA ini terjadi karena desain pengamanan dalam seluruh pertandingan sepak bola yang menjadi tanggung jawab PSSI, tidak mempedulikan prinsip keselamatan dan keamanan yang terdapat dalam regulasi PSSI dan FIFA. Hal ini tercermin dalam perjanjian kerja sama (PKS) antara PSSI dan Kepolisian.

Baca Juga:

Anam menilai PSSI sebagai inisiator PKS tersebut mengabaikan norma dan prinsip keselamatan dan keamanan, sehingga tidak ada upaya serius dan maksimal untuk menawarkan konsep desain keselamatan dan keamanan yang sesuai dengan norma dan prinsip regulasi PSSI dan FIFA kepada kepolisian. Setidaknya memberitahukan secara serius dan mendalam atau mempertahankan norma serta prinsip ketika terdapat perbedaan dan potensi pelanggaran.

“PKS akhirnya menjadi dokumen resmi dan pedoman pengaturan keamanan dan keselamatan antara PSSI dan Kepolisian yang secara normatif melanggar regulasi PSSI dan FIFA dan pada saat diterapkan bertentangan dengan prinsip dan norma tersebut,” ujar Anam.

Ketiga, selain keterlibatan kepolisian dan TNI, dalam keselamatan dan keamanan terdapat masalah mendasar soal peran dan tanggung jawab security officer. Menurut Anam, security officer berperan minimal dalam perencanaan pengamanan, pelaksanaan pengamanan, dan kendali pengamanan. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan PKS dan ketidakmampuan security officer. Ketidakmampuan security officer ini diakibatkan oleh tidak adanya standardisasi kemampuan melalui lisensi atau akreditasi yang diuji dan dievaluasi setiap waktu.

Tags: