Access to “Justice”
Tajuk

Access to “Justice”

​​​​​​​Kemajuan cara berpikir, teknologi dan kemampuan untuk hidup lebih normal harusnya mampu membawa kita semua keluar dari krisis ini.

Oleh:
RED
Bacaan 10 Menit

Kesalahan penggunaan data bisa menyebabkan kesalahan fatal yang mengambil banyak korban. Karenanya bisa dimengerti betapa frustasinya Menteri Kesehatan, sebagai sarjana teknik dan mantan bankir yang sangat percaya kepada kebijakan berbasis data yang akurat menghadapi kondisi ini. Rakyat membutuhkan data dan informasi dari pihak yang bertanggung jawab atas penanganan pandemi tentang misalnya: di mana testing bisa dilakukan, berapa biayanya, dan apa yang harus dilakukan setelah mereka mengetetahui hasilnya. Mereka  juga ingin tahu dimana area-area yang harus dihindari.

Mereka juga membutuhkan informasi di mana rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain yang bisa memberikan fasilitas karantina dan perawatan mereka yang terdeteksi positif infeksi virus ini, siapa yang harus membayar, berapa yang harus dibayar kalau tidak gratis, apa obat yang direkomendasikan, dimana bisa diperoleh, dan sebagainya. Kebijakan yang kita dengar pemerintah membebaskan para penderita virus ini dari biaya karantina dan perawatan di rumah sakit. Tetapi kita juga membaca berita bahwa banyak pasien harus mengeluarkan ratusan juta untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Bisa saja itu karena biaya perawatan atas masalah kesehatan mereka yang lain bersamaan dengan perawatan infeksi Covid-19.

Kejelasan itu yang rasanya belum terlalu publik. Mereka juga membutuhkan informasi tentang lapangan pekerjaan atau usaha apa yang masih terbuka kesempatannya di masa pandemi, produk apa saja yang dibutuhkan oleh pasar, insentif apa yang bisa mereka dapatkan untuk proses produksi dan pemasaran produk mereka, dan sebagainya. Mereka yang mempunyai alat untuk mendapatkan informasi daring, mereka yang biasa menggunakan itu, dan mereka yang mampu mengolah informasi tersebut tentu saat ini bisa mengakses informasi bermanfaat itu. Bagaimana dengan mayoritas yang tidak memiliki akses tersebut? Di sini ada ketimpangan besar. Dalam kondisi normal, di mana semua kekurangan itu bisa dianggap sebagai suatu proyek jangka menengah – panjang, di masa pandemi ini bisa berarti banyak dari kita kehilangan daya sintas dan bahkan ada pertaruhan jatuhnya banyak korban ribuan orang yang tidak punya akses tersebut. Sebagai orang Indonesia, kita punya perasaan kita punya daya tahan dan resiliensi menghadapi itu semua. Tetapi negara tidak bisa bersikap sama. Negara harus turun membantu.

Masalah ketiga yang sangat perlu ditangani segera adalah akses yang adil untuk mendapatkan perawatan kesehatan di rumah-rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya. Kita mengalami keterbatasan jumlah orang yang bisa ditampung di tempat-tempat tersebut, bukan hanya karena jumlah orang yang terinfeksi menjadi sangat tidak terkendali, tetapi juga karena infrastruktur pelayanan kesehatan kita yang tidak dibangun dengan baik sebelum pandemi. Jumlah tempat tidur untuk mereka yang sanggup membayar lebih besar dari jumlah tempat tidur dari mereka yang tidak mampu membayar. Pelayanan kesehatan menjadi bisnis besar yang menarik para konglomerat untuk terjun ke bidang usaha ini. Pelayanan kesehatan publik menjadi tidak menarik, dan kalau tidak karena pandemi ini, mata kita tidak akan terbuka melihat permasalahan mendasar dalam pelayanan kesehatan publik kita.  

Fakta bahwa ini juga terjadi di New York, Milan, Madrid, Kuala Lumpur dan kota-kota lain di dunia, bukan alasan bahwa kita bisa membiarkan kesenjangan itu berlangsung terus. Dengan lebih dari 10.000 Puskesmas yang ada di seluruh penjuru tanah air, kita perlu membangkitkan mereka menjadi tempat pelayanan dan perawatan kesehatan yang lebih mampu ikut menangani pandemi seperti yang terjadi sekarang ini. Bukan tidak mungkin pandemi lain akan muncul diwaktu mendatang, dan jangan sampai kita pada waktu itu masih belum selesai menyiapkan infrastruktur yang cukup untuk menghadapinya.   

Masalah keempat, dan mungkin bukan yang terakhir, adalah masalah akses kepada vaksin yang sudah mulai disuntikkan sejak pertengahan bulan ini kepada masyarakat tertentu, yaitu tenaga kesehatan dan tenaga esensial. Pemerintah sudah membuat jadwal yang terlihat meyakinkan bahwa setelahnya para lansia sudah bisa mulai divaksinasi pada kwartal kedua tahun ini (April), dan setelahnya masyarakat umum akan mendapatkan gilirannya secara bertahap sampai dengan kwartal pertama tahun 2022. Bahkan minggu ini Presiden mengatakan bahwa jadwal untuk masyarakat umum bisa dipercepat menjadi mulai Februari 2021.

Kita tidak tahu pasti apakah itu janji atau itu adalah fakta yang akan kita lihat dilaksanakan, karena tidak ada informasi yang jelas bahwa apa yang sudah diumumkan sebagai beberapa vaksin yang sudah masuk daftar Kemenkes, betul-betul kontraknya sudah ditandatangani, barangnya sudah diproduksi, akan siap dikirim sesuai jadwal dalam kontrak dan jadwal yang dijanjikan kepada masyaraka. Juga belum ada informasi bahwa jalur distribusi berpendingin sudah siap untuk melaksanakan distribusi ke seluruh pelosok nusantara, dan bahwa tenaga yang melakukan vaksinasi sudah siap melaksanakan vaksinasi terbesar yang pernah dilakukan di Indonesia. Satu contoh saja, Novavax, vaksin pabrikan Amerika Serikat sudah diikat kontrak oleh pemerintah untuk memasok 50 juta dosis vaksin pada kwartal 3 tahun ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait