Access to Justice Melalui Online Dispute Resolution
Kolom

Access to Justice Melalui Online Dispute Resolution

Perubahan dalam bentuk apapun tidak boleh melunturkan komitmen seorang advokat sebagai the “Future Lawyer” yang mumpuni untuk mengesampingkan kode etik advokat.

Bacaan 9 Menit

Padahal, kedudukan dan posisi advokat yang sama-sama menyandang predikat sebagai “penegak hukum” seharusnya tidak menjadikan halangan bagi advokat untuk dapat mengajukan protes atau keberatan kepada hakim manakala menurut pandangannya yang profesional, hakim tidak menjalankan etika profesi hakim dengan baik.

Tentunya penyampaian protes atau keberatan itu juga harus disampaikan dengan tetap menghormati hakim dan tetap menjaga kewibawaan pengadilan. Dengan kata lain, kebebasan dimaksud tentunya harus tetap berada dalam koridor etika dan hukum. Sebagai penegak hukum, hubungan antar rekan sejawat advokat harus diliputi penghormatan terhadap sesama profesi advokat. Begitu pula hubungan antara advokat dengan hakim dan penegak hukum lainnya.

Access to Justice melalui Online Dispute Resolution

Pola pikir yang terpaku pada komunikasi persidangan yang konvensional dengan tatap muka perlu dipikirkan untuk diubah. Salah satu cara atau mekanisme yang patut dipertimbangkan adalah dengan persidangan online, yang dikenal dengan istilah virtual hearing di mana semua atau setidaknya sebagian besar jalannya proses persidangan dilakukan secara online.

Pemeriksaan suatu sengketa melalui online, yang dikenal dengan sebutan Online Dispute Resolution (ODR) menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan lagi. Di dalam mekanisme penyelesaian sengketa melalui ODR, virtual hearing menjadi suatu hal yang esensial, bukan saja diperlukan pada masa pandemi Covid-19. Bahkan jika merujuk kepada praktik penyelesaian sengketa melalui arbitrase di level internasional, virtual hearing sudah sering dilakukan bahkan sebelum adanya pandemi Covid-19.

Dengan adanya perubahan dimaksud, maka proses persidangan akan meninggalkan jejak digital yang dapat diakses kembali. Di sinilah tantangan bagi advokat pada saat ini dan di masa mendatang untuk dapat selalu menjadi relevan dengan segala perubahan. Para advokat di masa mendatang, yang saya sebut sebagai the “Future Lawyer” tentunya juga harus lebih memahami setidaknya teknologi informasi, internet connection dan cyber security.

Permasalahannya tidak berhenti di situ, tetapi juga terdapat permasalahan lain yakni perbedaan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan serta kepemilikan sarana teknologi informasi. Perangkat e-court juga harus terjamin dari sisi security system untuk mencegah para hackers mengakses secara illegal dokumen-dokumen perkara untuk kepentingan lainnya.

Berkenaan dengan permasalahan bagaimana suatu access to justice melalui ODR dapat terwujud, terdapat banyak pertanyaan yang relevan dan tentunya harus dijawab bukan saja dengan tetap memperhatikan ketaatan pada asas-asas dan teori-teori hukum, namun juga dengan memperhatikan sisi praktik yang relevan. Dalam konteks ini dan juga kondisi saat ini, maka cukup fair untuk pada saat ini mengatakan bahwa: “Justice has yet to be served online”. Harapannya adalah bahwa di masa mendatang, kita semua dapat dengan tegas mengatakan bahwa: “Justice can be served online”.

Tags:

Berita Terkait