Access to Justice Melalui Online Dispute Resolution
Kolom

Access to Justice Melalui Online Dispute Resolution

Perubahan dalam bentuk apapun tidak boleh melunturkan komitmen seorang advokat sebagai the “Future Lawyer” yang mumpuni untuk mengesampingkan kode etik advokat.

Bacaan 9 Menit

Lebih lanjut, dalam kesimpulannya Richard Susskind mengemukakan bahwa: "It will eventually enable and encourage legal service to change from being a form of advisory service to a type of information service……The ultimate deliverable will be reusable legal guidance and information service pitched at a level of generally considerably higher than the focused advice which characterized legal work of today".

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah access to justice dapat dijangkau atau diperoleh dengan cara online? Adanya pergeseran paradigma sebagaimana dinyatakan oleh Richard Susskind tersebut di atas seharusnya sama sekali tidak perlu mengubah etika dan perilaku profesi advokat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Walaupun di masa mendatang semua tindakannya sangat mungkin dilakukan melalui digital communication, tetap saja prinsip-prinsip dan asas-asas yang berlaku terhadap seorang advokat tidak boleh luntur.

Aturan hukum yang saat ini telah ada sebelum dimulainya era industri 4.0 ternyata tidak berjalan secara paralel dengan pesatnya perkembangan transaksi online. Hukum di Indonesia masih sangat terbatas yang secara khusus mengatur mengenai ODR. Pada hakekatnya, ODR adalah “mechanism for resolving dispute through the use of electronic communications and other information and communication”.

Peran Advokat dalam Mewujudkan Access to Justice

Walaupun menurut UU Advokat seorang advokat diberikan imunitas dalam rangka menjalankan profesinya, namun apakah advokat atau penegak hukum lainnya dan para pihak yang menyelesaikan sengketa di antara mereka dengan menggunakan mekanisme ODR dalam suatu forum di luar ordinary court room dapat dikenakan contempt of court?

Berkaitan dengan pertanyaan mengenai dapat atau tidaknya advokat dikenakan tuduhan contempt of court atau pelanggaran etika dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya melalui proses ODR, dengan diberlakukannya UU ITE maka jejak digital atas segala komunikasi yang dilakukan oleh advokat dalam menangani permasalahan hukum untuk kepentingan kliennya juga akan relatif lebih mudah dibaca kembali. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap komunikasi akan terekam dengan baik secara digital dan dapat dibuka kembali untuk dinilai apakah komunikasi yang demikian dapat dianggap sebagai suatu contempt of court atau melanggar etika. Dengan demikian, akuntabilitas dan transparansi serta profesionalitas dan integritas dari advokat pada hakikatnya akan menjadi lebih terjaga.

Penggunaan Internet di Indonesia dan Kesiapan the “Future Lawyer”

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Kompas pada awal 2021 terkait pengguna internet, adalah fair untuk mengatakan bahwa “the future has already arrived”. Para advokat sebagai the future lawyer harus sudah lebih siap dengan segala perubahan yang akan dan telah terjadi dan harus menerima pergeseran paradigma.

Dengan adanya perubahan paradigma dan lifestyle yang serba online, bisa jadi ruang sidang di pengadilan bukan lagi menjadi tempat diberikannya pelayanan untuk mendapatkan acces to justice, namun sekadar menjadi salah satu “hub” untuk mendapatkan keadilan di antara “hub-hub” yang lainnya, sebagaimana dikatakan Richard Suskind bahwa: “a court becomes a service rather than a place”. Dengan demikian, merupakan keniscayaan bahwa masalah utama yang seringkali menghambat diperolehnya access to justice akan menjadi hilang atau setidaknya berkurang.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait