Ada Kandungan Non-Halal Pada Produk Bersertifikat Halal, Ini Sanksinya
Berita

Ada Kandungan Non-Halal Pada Produk Bersertifikat Halal, Ini Sanksinya

Dengan mencantumkan label halal dalam produk yang mengandung kandungan tidak halal, maka pelaku usaha telah melakukan penipuan kepada masyarakat.

Oleh:
CR-20
Bacaan 2 Menit
Foto: mysharing.co
Foto: mysharing.co
Label halal dalam sebuah produk memberikan keamanan dan kepastian hukum bagi konsumen. Namun, bagaimana konsumen dapat memastikan keabsahan halal tidaknya kandungan suatu produk? Dalam beberapa kasus, ada produk-produk yang sudah mencantumkan label halal, namun masih ditemukan kandungan yang tidak halal di dalamnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ichsan Abdullah, mengatakan Pasal 4 UU No.33 Tahun 2014 tentang Produk Jaminan Halal (PJH) menyatakan bahwa semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Dia mengingatkan semua produk yang beredar di pasaran wajib bersertifikat halal mulai September 2016.

“Berlaku gradual mulai dari makanan dan minuman, menyusul kemudian kosmetika dan barang gunaan. Yang terakhir nanti adalah produk obat-obatan, pada tahun 2019. Jadi nanti tahun 2019, produk yang beredar di pasar wajib bersertifikat halal,” ujarnya kepada hukumonline, Selasa (9/8).

Ichsan menjelaskan kerugian yang dialami konsumen akibat kandungan tidak halal pada produk yang dicantumkan label halal sangat besar. Bukan hanya kerugian materiil dan immaterial, namun konsumen juga mengalami ketidaknyamanan. “Dengan mencantumkan label halal dalam produk yang mengandung kandungan tidak halal maka pelaku usaha telah melakukan penipuan kepada masyarakat,” tuturnya. (Baca Juga: Siap-siap, Produk Tak Halal Akan Ditarik dari Peredaran)

Dalam UU PJH, yang dimaksud dengan jaminan produk halal adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal. Jika kemudian ditemukan bukti bahwa produk yang sebelumnya telah bersertifikat halal itu terdapat kandungan tidak halal/haram di dalamnya, maka berarti pelaku usaha yang bersangkutan telah melanggar kewajiban.

Atas pelanggaran ini, pelaku usaha dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, atau pencabutan Sertifikat Halal, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 25 UU PJH. Peraturan ini tidak hanya menerapkan sanksi administratif, tetapi juga sanksi pidana bagi pelaku usaha yang tidak dapat menjaga kehalalan produknya padahal telah memperoleh Sertifikat Halal.

Menurut Ichsan, kasus-kasus pencatuman label halal pada produk yang terdapat kandungan tidak halal, banyak ditemukan dalam produk kosmetik. Terutama kosmetik yang mengandung bahan mercury yang merupakan bahan berbahaya. “Tidak aman dan berbahaya bagi kesehatan, itu juga tidak halal,” kata Ichsan.

Banyak juga ditemukan produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran tidak melakukan sertifikasi halal melalui LPPOM MUI, namun dalam produknya mencantumkan label halal. Ichsan mengatakan, pasca diterbitkannya UU PJH, pihaknya akan memperkarakan produsen label halal palsu tersebut secara hukum.

“Ancaman hukumnya tidak main-main, penjara paling lama lima tahun atau denda Rp5 miliar,” tegas Ichsan. (Baca Juga: 3 Poin Perdebatan dalam Penyusunan RPP Pelaksanaan Jaminan Produk Halal)

Ichsan mencontohkan, produsen produk makanan kecil dari Cina yang mencantumkan label halal tanpa melalui proses sertifikasi halal. Indonesia Halal Watch telah memanggil produsen tersebut dan melakukan edukasi tentang ketentuan sertifikasi halal dalam UU JPH. Namun karena tidak direspon, pihaknya kemudian melaporkan produsen asal Cina tersebut kepada pihak kepolisian.

“Kasus ini telah memasuki tahap penyidikan di kepolisian. Ini adalah kasus yang pertama kali diperkarakan setelah disahkan UU Jaminan Produk Halal,” tuturnya.

Menurut Ichsan, kerugian dari masuknya produk-produk luar negeri dengan label halal, tetapi tanpa proses sertifikasi resmi, tidak hanya merugikan masyarakat, namun juga merugikan produsen-produsen lokal. (Baca Juga: Pengusaha Farmasi Sarankan Obat dan Vaksin Keluar dari UU Produk Halal)

“Produsen-produsen lokal dipaksa bersaing dengan diwajibkan melakukan sertifikasi halal terhadap produknya, tetapi produsen dari luar hanya asal mencantumkan label halal tanpa proses yang resmi. Ini kan artinya pemerintah tidak melakukan proteksi,” tandasnya.

Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, menambahkan ada kendala yang dihadapi konsumen ketika menemukan adanya kandungan tidak halal dalam produk berlabel halal, yakni secara hukum kerugian tersebut harus didalilkan.

“Berbeda dengan kerugian konsumen akibat makanan atau minuman yang dikonsumsi ternyata mengandung bahan yang tidak aman atau berbahaya, secara terang kerugian tersebut dapat didalikan. Namun, dalam kasus di mana konsumen mendapati produk yang dikonsumsi ternyata terdapat kandungan yang tidak halal, hambatannya adalah secara hukum, kerugiannya sulit didalilkan,” kata Sudaryatmo.

Tags:

Berita Terkait