Ada Kekhawatiran Bila Plt Kepala Daerah Dijabat TNI-Polri Aktif
Utama

Ada Kekhawatiran Bila Plt Kepala Daerah Dijabat TNI-Polri Aktif

Lagipula, secara normatif Pasal 201 UU Pilkada tidak mengatur Plt kepala daerah dari unsur TNI dan Polri, tetapi berasal dari level jabatan pimpinan tinggi madya dan pimpinan tinggi pratama atau Sekda Provinsi dan Sekda Kabupaten/Kota atau Kepala Dinas/Kepala Badan Provinsi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Kemudian ayat(3)-nya menyebutkan,Prajurit yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud.

Titi pun merujuk Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah mengatur dengan jelas. Pasal 147 PP No.11 Tahun 2017 ini menyebutkan, Jabatan ASN tertentu di lingkungan Instansi Pusat tertentu dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan Pasal 157 ayat (1) menyebutkan, Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Polri dapat mengisi jabatan pimpinan tinggi (JPT) pada Instansi Pemerintah selain Instansi Pusat tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif”.

Titi mengingatkan prajurit TNI dan Polri aktif yang menduduki jabatan tinggi madya atau pratama berdasarkan permintaan dan penugasan secara spesifik. Dia khawatir preseden serupa terjadi seperti Komjen Pol Mochamad Iriawan yang kala itu ditugaskan sebagai Sekretaris Utama (Sestama) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Namun belakangan malah ditunjuk menjadi Plt Gubernur Jawa Barat pada 2018. Langkah tersebut seolah mengalihkan fungsi tugas dari permintaan awal.

Mantan Direktur Eksekutif Perludem itu berpendapat, desain yang telah direncanakan lama berdasarkan Pasal 201 UU Pilkada bukanlah sesuatu yang mendadak atau tiba-tiba. semestinya sudah terdapat mitigasi dan persiapan matang untuk merancang kebutuhan pengisian penjabat  pemerintahan daerah menjelang Pilkada Serentak 2024 mendatang.

Dia berharap pemerintah menghindari kontroversi dan spekulasi di tengah kerumitan dan kompleksitas pengisian kekosongan jabatan kepala daerah di tengah tensi politik menjelang Pilkada 2024 yang bakal memanas agar energi bangsa tidak habis untuk hal-hal yang semestinya bisa dihindari bersama. Menurutnya, bila pengisian penjabat kepala daerah menjadi beban bagi tata kelola pemerintahan, maka pilihan normalisasi pilkada harus tetap dipertimbangkan yakni pilkada digelar pada akhir 2022 atau awal 2023.

Baginya, penjabat kepala daerah dari institusi TNI ataupun Polri aktif dapat membuka kotak pandora pada ekses yang lebih luas. Seperti toleransi dan upaya melegitimasi lebih besar pada keterlibatan TNI/Polri di panggung politik dengan argumen kompetensi, kapasitas, hingga profesionalitas. “Ini mesti kita hindari bersama,” sarannya.

Menurutnya, pilihan yang lebih kondusif menggunakan sumber daya manusia sebagaimana diatur Pasal 201 UU No.10 Tahun 2016 dengan mengangkat Plt kepala daerah untuk jabatan Sekda di level pemerintah provinsi maupun kotamadya dengan pengawasan yang melekat, optimal dan proporsional.

“Sekretaris Daerah serta merta (otomatis, red) menjadi Penjabat Kepala Dearah dengan pengawasan optimal dan proporsional dari Pemerintah, Komisi Aparatur Sipil Negara, Bawaslu, Ombudsman, dan perangkat negara lainnya yang punya otoritas,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait