Ada Potensi Maladministrasi, Ombudsman Rekomendasikan 3 Perbaikan untuk ATR/BPN
Terbaru

Ada Potensi Maladministrasi, Ombudsman Rekomendasikan 3 Perbaikan untuk ATR/BPN

Salah satunya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Peraturan Kepala ATR/BPN No.1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Ombudsman RI telah melakukan hasil kajian cepat (rapid Assessment) terhadap proses permohonan pendaftaran pelayanan pertanahan pertama kali dan permohonan pendaftaran pemecahan sertifikat tanah dan hasilnya ada potensi maladminstrasi. Komisioner Ombudsman RI, Dadan S. Suharmawijaya, menyebutkan pihaknya menemukan potensi maladministrasi berupa penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang.

"Dari 37 berkas yang diperiksa, hanya 9 berkas sesuai jangka waktu yang ditentukan di dalam SOP. Terdapat 11% berkas permohonan yang selesai sesuai tenggat waktu, dan 76% berkas permohonan yang lewat dari tenggat waktu," kata Dadan sebagaimana dikutip laman ombudsman.go.id, Kamis (3/11/2022).

Dadan menyebut berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 1 Tahun 2010, jangka waktu penyelesaian untuk pendaftaran pertama kali adalah 98 hari. Tapi realisasi di lapangan rata-rata membutuhkan waktu hingga 143 hari untuk proses penyelesaiannya dalam kurun waktu 2020-2022. Untuk layanan pemecahan, jangka waktu yang ditetapkan adalah 15 hari, namun rata-rata waktu penyelesaian di lapangan mencapai 37 hari.

Dadan melanjutkan, pada aspek biaya, masih terbuka peluang terjadinya punggutan liar untuk percepatan pelayanan. Ditemukan pada beberapa kantor pertanahan dengan melibatkan oknum internal kantor pertanahan dengan besaran biaya yang bervariasi tergantung permintaan.

Kemudian pada aspek sumber daya manusia (SDM), ketersediaan SDM yang tidak sebanding dengan beban kerja yang harus diselesaikan dan tenggat waktu standar pelayanan. "Akibatnya terjadi penundaan penyelesaian pelayanan dengan alasan beban kerja," lanjutnya.

Untuk itu, dalam kajian tersebut, Dadan menyebut lembaganya memberikan 3 rekomendasi perbaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Pertama, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi Perkaban Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Kedua, meningkatkan pengawasan dan penerapan reward and punishment dalam penyelenggaraan pelayanan pada Kantor Pertanahan. Ketiga, melakukan upaya perbaikan menyeluruh terhadap regulasi, operasional layanan dengan mengoptimalkan strategi penanganan dan antisipasi terhadap kendala internal dan eksternal yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan. 

Dadan menjelaskan kajian ini dilakukan berangkat dari laporan masyarakat yang menunjukkan keterlambatan dalam pelayanan pendaftaran tanah. "Pada tahun 2021, tercatat 1.612 laporan terkait sektor pertanahan. Terdapat 513 Laporan terkait pendaftaran pertama kali dan 139 laporan terkait pemecahan sertifikat dalam kurun waktu 2017-2021," ucapnya.

Kajian Ombudsman ini mengambil sampel di 11 Kantor Pertanahan yakni Kota Palembang, Kabupaten Ogan Ilir, dan Kota Pangkal Pinang. Serta Kota Tangerang, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan, Kota Mando, dan Kabupaten Minahasa Utara.

Tags:

Berita Terkait