Adakah Sanksi Pelanggaran Aturan Pengeras Suara di Masjid? Ini Penjelasan Hukumnya
Terbaru

Adakah Sanksi Pelanggaran Aturan Pengeras Suara di Masjid? Ini Penjelasan Hukumnya

SE Menag 05/2022 dan Instruksi Dirjen Bimas Islam 101/1978 hanya memberikan pedoman dasar penggunaan pengeras suara di masjid dan musholla.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
ilustrasi: HOL
ilustrasi: HOL

Surat Edaran Surat Edaran Menteri Agama No. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola yang terbit pada 18 Februari lalu menuai pro dan kontra. Pedoman ini diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketentraman, ketertiban dan keharmonisan antar warga.

Beberapa pihak meminta Kementerian Agama untuk meninjau kembali aturan tersebut, salah satunya adalah Direktur Solusi dan Advokasi Institut, Suparji Ahmad. Dia meminta Kementerian Agama meninjau ulang aturan tersebut karena kondisi dan situasi antara satu masjid dan mushola yang berbeda-beda.

“Terbitnya aturan itu harus ada landasan filosofis yang kuat, latar belakangnya harus jelas. Tidak bisa tiba-tiba menerbitkan aturan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (23/2).

Sementara organisasi islam besar Muahammadiyah dan PBNU mendukung SE Menag tersebut. Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad dalam keterangan tertulis menyatakan pihaknya menyambut baik SE Menag tersebut. "Bagus ada pengaturan. Supaya penggunaan pengeras suara masjid ataupun yang lain tidak sembarangan. Tidak sembarang waktu," ujarnya.

Baca:

Di sisi lain Rais Syuriyah PBNU Cholil Nafis mengatakan perlu ada sosialisasi terhadap tuntutan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan salah paham. Pengeras suara atau toa masjid merupakan bentuk syiar, asal dipergunakan tepat pada waktunya.

"Memang ada relevansinya berkenaan dengan pengeras suara, adzan sama sekali tidak diatur (asalkan pada waktunya dan sesuai syariah), yang diatur adalah penggunaan pengeras suara untuk kegiatan, misalnya bacaan sebelum adzan atau tarhim," kata dia. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait