Advokat Ini Usul Pembentukan Omnibus Law Soal Penegakan Hukum
Utama

Advokat Ini Usul Pembentukan Omnibus Law Soal Penegakan Hukum

Sejak terkuaknya permainan aparat penegak hukum dalam kasus Ferdy Sambo, Tjoetjoe berpikir rezim penegakan hukum perlu diubah dan diperbaiki secara keseluruhan melalui UU Omnibus Law tentang Penegakan Hukum agar menjadi lebih baik.

Oleh:
Hamalatul Qurani
Bacaan 3 Menit
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. Foto: RES.
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. Foto: RES.

Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI), Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengusulkan perlunya dibentuk Omnibus Law jilid 2 tentang Penegakan Hukum. Disitu, semua aturan soal penegakan hukum bisa disatukan, sehingga aturan-aturan terkait penegakan hukum terkonsentrasi dalam satu Undang-Undang khusus.

“Jadi tak ada lagi UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU Advokat, UU Kekuasaan Kehakiman yang masing-masing berdiri sendiri. Saya berharap ini bisa disatukan dalam satu omnibus law penegakan hukum,” ujar Tjoetjoe Sandjaja Hernanto dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (20/8/2022).

Dalam pandangannya sebagai advokat, untuk profesi advokat sendiri nyatanya masih banyak hal yang harus dibenahi. Utamanya bagaimana profesi advokat bisa dihormati sebagai penegak hukum, bukan cuman advokat KAI atau Peradi, tapi semua yang berprofesi sebagai advokat. Hingga saat ini, Tjoetjoe masih merasa advokat belum disegani dalam lapisan masyarakat. Contoh nyatanya bisa dilihat dalam pemanggilan saksi.

“Advokat ini ngundang saksi aja kadang gak bisa, beda sama polisi atau jaksa kalau ngundang saksi dan gak mau datang ada sanksinya,” ungkapnya.

Baca Juga:

Alhasil, dengan timpangnya kepatuhan saksi akibat ketiadaan sanksi dari sisi advokat, penegakan hukumnya menjadi tidak tercapai. Jadi pekerjaan besarnya, bagaimana advokat bisa dihormati sebagai sebuah profesi. Semestinya hal ini menjadi tugas Dewan Advokat Nasional untuk menumbuhkan kehormatan advokat dan memunculkan kewenangan yang kuat seperti pemberian sanksi tadi misalnya.

“Terus terang, advokat tanpa kewenangan ibarat macan ompong,” tegasnya.

Ia juga menyoroti fenomena advokat saling lompat antar satu organisasi ke organisasi advokat lainnya. Misalnya, seorang advokat diskorsing di organisasi advokat A, tapi yang bersangkutan malah pindah ke organisasi advokat B. “Ini perlu dihindari!”

Tags:

Berita Terkait