Advokat Raoul Dituntut 7,5 Tahun, Jaksa: Suap untuk Dua Hakim
Berita

Advokat Raoul Dituntut 7,5 Tahun, Jaksa: Suap untuk Dua Hakim

Berpegang dari keterangan panitera pengganti PN Jakarta Pusat, Muhammad Santoso di persidangan, yang turut menjadi terdakwa kasus yang sama.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Raoul terseret kasus ini lantaran diduga menyuap Panitera PN Jakpus Muhammad Santoso terkait penanganan perkara di PN Pusat untuk mempengaruhi putusan perdata PT KTP dan PT MMS.
Raoul terseret kasus ini lantaran diduga menyuap Panitera PN Jakpus Muhammad Santoso terkait penanganan perkara di PN Pusat untuk mempengaruhi putusan perdata PT KTP dan PT MMS.
Pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah dituntut 7,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberi atau menjanjikan uang sejumlah Sing$25 ribu kepada dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui panitera pengganti Santoso.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," kata ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Iskandar Marwanto di PengadilanTipikor Jakarta, Rabu (7/12).

Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Suap untuk kedua hakim tersebut dilakukan terlihat dari adanya dua amplop terpisah dengan tulisan “HK” berisi uang Sing$25 ribu untuk majelis hakim dan tulisan “SAN” berisi uang Sing$3000 untuk Muhammad Santoso selaku panitera pengganti. Keyakinan jaksa bahwa suap untuk kedua hakim itu juga berpegang dari kesaksian Santoso di persidangan.

"Saksi Santoso dalam persidangan juga menerangkan bahwa ia meyakini uang sejumlah 25 ribu dolar Singapura adalah untuk hakim dan akan saksi pegang dulu seandainya saksi tidak tertangkap KPK uang tersebut akan saksi serahkan kepada hakim,” kata jaksa Kresno Anto Wibowo.

Partahi Tulus Hutapea merupakan salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara dugaan pembunuhan kopi bersianida dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Sedangkan Casmaya sendiri kerap menjadi majelis hakim dalam persidangan tindak pidana korupsi. (Baca Juga: Hakim yang Juga Pengadil Jessica Disebut Berterima Kasih Saat Dijanjikan Uang oleh Advokat)

Hal yang memberatkan Raoul adalah selaku advokat tak mendukung pemerintah dan masyarakat yang tengah memberantas korupsi. Selain itu, Raoul juga tidak mengakui terus terang niatnya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memberikan uang ke hakim.

Menurut Kresno, meski di persidangan Raoul membantah uang itu ditujukan kepada hakim, dan dikuatkan dengan bantahan dari Partahi serta Casmaya, namun jaksa menilai bantahan ketiganya harus ditolak. "Karena dari fakta hukum terlihat bahwa meski pemberian uang kepada hakim melalui Muhammad Santoso yang merupakan panitera pengganti namun terdakwa Raoul Adhitya dan saksi Ahmad Yani mengetahui dan menyadari bahwa Muhammad Santoso selaku panitera pengganti tidak mempunyai kewenangan untuk memutus perkarra tersebut. Sebaliknya terdakwa justru mengetahui dan menyadari bahwa majelis hakimlah yang punya kewenangan untuk memutus perkara gutatan," ujarnya.

Pengetahuan dan kesadaran tersebut terlihat dengan adanya beberapa kali pertemuan antara Raoul dengan Casmaya dan Partahi di luar persidangan yang difasilitasi oleh Santoso. Serta, pertemuan antara Ahmad Yani dengan Santoso untuk mewujudkan keinginannya supaya perkara gugatan perdata dimenangkan oleh hakim yang menangani perkara tersebut sebagaimana tergambar dalam alat bukti petunjuk berupa percakapan komunikasi via telepon maupun SMS dan WhatsApp antara Raoul dengan Muhammad Santoso.

Jaksa juga menilai ada penyertaan secara diam-diam atau sukzessive mittaterschaft antara Muhammad Santoso dengan Partahi dan Casmaya terkait penerimaan janji berupa uang dari Raoul dan Ahmad Yani dimana tidak perlu ada meeting of mind melainkan cukup dengan adanya saling pengertian. (Baca Juga: Panitera Pengganti Didakwa Bersama-Sama Dua Hakim PN Pusat Terima Suap)

"Sedangkan Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya tersirat dalam pertanyaan Casmaya pada 30 Juni 2015 yang menayakan kepada Muhammad Sanstoso 'bagaimana itu Raoul?' dan tidak menanyakan 'bagaimana kuasa hukum penggugat?' Sedangkan pihak yang tidak diuntungkan dari putusan majelis hakim adalah pihak penggugat yaitu PT MMS. Atas hal tersebut ditindaklanjuti oleh Muhammad Santoso dengan menanyakan realisasi pemberian janji berupa uang ke Raoul melalui Ahmad Yani," tambah jaksa.

Jaksa menilai bahwa Raoul memang punya "niat atau maksud untuk mempengaruhi putusan perkara" yang nampak pada saat Raoul selaku kuasa hukum pihak tergugat PT Mitra Maju Sukses (MMS) menghubungi Santoso selaku panitera pengganti dalam perkara tersebut dan menyampaikan keinginan untuk memenangkan perkara yaitu agar majelis hakim menolak gugatan dari PT MMS. Santoso lalu menyarankan agar Raoul menemui hakim perkara tersebut.

"Dapat dipahami bila Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya tidak menyampaikan perintah secara jelas kepada Muhammad Santoso untuk merealisasikan penerimaan uang yang akan dibeirkan namun dengan bahasa yang sederhana Santoso dapat memahami kehendak yang dinginkan Partahi dan Casmaya yang merupakan mitra kerjanya ketika menanyakan 'bagaimana Raoul'. Terlebih sebelumnya sudah da pembicaraan antaran Santoso dan Casmaya mengenai perkembangan gugatan tersebut. Kesepahaman demikian dikenal sebagai penyertaan secara diam-diam atau sukzessive mittaterschaft'," kata jaksa Tri Anggoro Mukti.

Pada 13 April 2016 Raoul Adhitya datang ke PN Jakpus untuk menemui Partahi namun karena tidak ada di ruangannya maka Raoul menemui Casmaya. Selanjutnya pada 15 April 2016 Raoul datang kembali ke PN Jakpus dan berhasil menemui Partahi dan Casmaya di ruang hakim lantai 4 PN Jakpus membicarakan perkara tersebut.

"Raoul juga meminta kepada pihak penggugat yaitu Wiryo Triyono dan Carey Ticoalu untuk mentransfer uang sebesar Rp550 juta pada awal bulan Juni 2016 dengan alasan untuk persiapan banding atau kasasi padahal saat itu sidang belum selesai dan belum ada putusan. Uang inilah yang dipersiapkan oleh saksi Raoul untuk nantinya diberikan kepada majelis hakim agar putusan memenangkan perkaranya," ungkap jaksa.

Setelah uang ditukarkan ke mata uang dolar Singapura, Santoso menggunakan dua amplop terpisah dengan tulisan "HK" berisi uang Sing$25 ribu untuk majelis hakim dan tulisan "SAN" berisi uang Sing$3000 untuk bagian Muhammad Santoso selaku panitera pengganti. "Bahwa terdapat unsur kesengajaan pada diri terdakwa yang mengatahui dan menghendaki perbuatan pemberian janji yang dilakukan karena di persidangan terdakwa mengakui perkataan 'sodok ke boss' dalam komunikasi yang disampaikan oleh Raoul adalah 'ditujukan untuk hakim' yang mempunyai kewenangan memutus perkara," ungkap jaksa. (Baca Juga: Dua Pengacara Didakwa Menyuap Dua Hakim PN Jakarta Pusat)

Meski di persidangan Partahi dan Casmaya menerangkan bahwa putusan perkara tersebut tidak dipengaruhi oleh adanya pemberian uang, tapi hal ini menurut jaksa harus diabaikan. "Sebagaimana pandangan doktrin maka dari sudut pemberi suap tidak dipentingkan apakah dengan sesuatu yang diberikan atau apa yang dijanjikan si pelaku itu, hakim benar-benar terpengaruh karena pembuktian unsur subjektif ini sudah cukup dari adanya sikap batin atau kesengajaan si pelaku yakni terdakwa bersama-sama dengan saksi Ahmad Yani dalam perbuatan menjanjikan atau memberikan sesuatu berupa uang kepada hakim melalui Muhammad Santoso selaku panitera pengganti," tambah jaksa.

Atas tuntutan itu, Raoul dan Ahmad Yani akan mengajukan nota pembelaan pada 19 Desember 2016. "Saya tidak mau kasih tanggapan dulu ya pak," kata Raoul.
Tags:

Berita Terkait