Advokat Sebagai Penegak Hukum atau Hanya Sebagai Pembela
Kolom

Advokat Sebagai Penegak Hukum atau Hanya Sebagai Pembela

Polemik tentang advokat sebagai penegak hukum harus diakhiri dan kemudian diamandemen dalam UU Advokat yang baru.

Bacaan 5 Menit
Frans H Winarta. Foto: Istimewa.
Frans H Winarta. Foto: Istimewa.

Dalam perdebatan menjelang didirikannya Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) tanggal 10 November 1985 di Hotel Indonesia terjadi perdebatan sengit tentang istilah profesi advokat atau dengan nama lain dari peserta-peserta anggota Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) dan peserta-peserta anggota non PERADIN dari organisasi-organisasi lain yang tidak setuju profesi ini dinamakan advokat. Mereka berkilah advokat itu berbau asing dan lebih baik profesi membela klien atau masyarakat ini dinamakan pengacara, penasihat hukum, pengabdi hukum, pelayan hukum dan lain-lain. Seperti kita ketahui Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) didirikan tahun 1992 melalui Musyawarah Nasional ke II di Yogyakarta. Kemudian Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI) dibentuk bulan November 1992 di Tretes, Jawa Timur dan dideklarasikan tanggal 10 Februari 1993 di Jakarta.

Beberapa hari menjelang pembentukan IKADIN yang memang didorong pemerintah Orde Baru agar para advokat bersatu atau berkumpul dalam satu wadah tunggal, sempat didahului perdebatan sengit waktu itu terutama dari advokat anggota PERADIN dan non PERADIN tentang mana yang mau dideklarasikan sebagai profesi ini. Apakah memakai nama profesi advokat atau nama yang lainnya. Salah satu anggota PERADIN yaitu O.C. Kaligis mengusulkan nama profesi ini sebagai advokat yang sudah dikenal secara luas di dunia seperti: Abogado di Spanyol, Avocat di Perancis, Advocaat di Belanda, Rechtsanwalt di Jerman, Solicitor dan Barrister di Inggris dan Attorney di Amerika Serikat. Yang menurut Black’s Law Dictionary asal-usulnya istilah atau nama profesi ini adalah Advocare dalam Bahasa Latin dan sudah mendunia dikenal secara luas.

Akhirnya Musyawarah Advokat Indonesia ini dalam pembentukan IKADIN pada tanggal 10 November 1985 di Hotel Indonesia menyetujui profesi para sarjana hukum yang membela kliennya atau masyarakat itu dinamakan Advokat dalam Bahasa Indonesia. Yang sekali lagi mengambil nama ini dari Bahasa Latin yang artinya membela atau asal kata Advocare.

Baca juga:

Penulis tidak yakin bahwa istilah penegak hukum dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat itu diambil dari pendapat salah satu pembentuk Undang-Undang atau legislator atau anggota DPR yang menamakan profesi advokat ini sebagai penegak hukum. Salah satu kecurigaan Penulis adalah kebiasaan waktu itu selama pemerintahan Orde Baru ada kebiasaan para pejabat tinggi penegak hukum di Kejaksaan Agung, Polri dan Mahkamah Agung menamakan dirinya sebagai penegak hukum.

Padahal dilihat dari namanya profesi advokat ini bukanlah penegak hukum. Hanya pertemuan berkala selama Orde Baru antara para pejabat tinggi waktu itu sebagai kebiasaan menamakan atau memasukan profesi advokat sebagai penegak hukum. Istilah waktu itu para penegak hukum menamakan dirinya sebagai penegak hukum atau istilah yang terkenal waktu itu adalah Catur Wangsa. Padahal profesi advokat itu adalah membela klien atau masyarakat yang membutuhkan jasa hukum waktu itu, bukanlah mereka itu polisi, jaksa atau hakim.

Marilah kita kutip apa yang diatur dalam UU Advokat yang dicantumkan dalam Pasal 5 ayat (1): “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait