Advokat Wajib Bertransformasi di Pasar Internasional
Berita

Advokat Wajib Bertransformasi di Pasar Internasional

Tren firma hukum asing membuka cabang di yurisdiksi lintas negara harus diimbangi dengan daya saing dan networking advokat Indonesia. Kemahiran bahasa Inggris menjadi syarat mutlak.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ricardo Simanjuntak (kiri) dan Aloysius Haryo Wibowo (kanan). Foto: NEE
Ricardo Simanjuntak (kiri) dan Aloysius Haryo Wibowo (kanan). Foto: NEE
Kemampuan berbahasa Inggris bagi advokat yang bergerak di bidang korporasi sudah menjadi hal biasa karena pekerjaan rutin membaca kontrak dagang internasional dan dokumen-dokumen berbahasa Inggris. Namun, bukan berarti yang litigasi tak perlu mahir berbahasa Inggris.

Tuntutan persaingan pasar dalam bidang jasa hukum mendorong advokat wajib meningkatkan kompetensi penunjang. Atas dasar itu, kemahiran berbahasa Inggris tidak lagi sekadar pelengkap dalam layanan jasa advokat, namun sudah menjadi bagian dari layanan utama. Apalagi peluang besar jasa advokat di era global saat ini adalah kegiatan bisnis korporasi berjaringan global.

Kantor-kantor advokat pun giat bergabung dalam kemitraan khusus dengan kantor advokat luar negeri untuk memperluas jangkauan pemasaran. Semakin banyak pula kantor advokat yang mempekerjakan secara langsung advokat asing untuk menunjang layanan internasional mereka.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) kubu Fauzi Yusuf Hasibuan, Ricardo Simanjuntak, bersama Ketua Bidang Hubungan Internasional, Aloysius Haryo Wibowo, berbagi tips dan motivasi bertransformasi dalam kancah persaingan ini pada English Club Discussion PERADI, Rabu (30/8) kemarin.

Sejumlah anggota PERADI yang hadir pun aktif mengikuti diskusi yang dilakukan dalam bahasa Inggris sepanjang acara berlangsung. Tema kali ini “Transforming Indonesian Lawyers into Qualified Legal Profesional in International Market”.

(Baca Juga: ‘Peradi English Club Discussion’, Mendorong Advokat Lebih Kompetitif)

Ricardo mengutip data yang dikemukakan oleh Kementerian Luar Negeri bahwa ASEAN adalah salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat sejak 2007-2015. Dengan adanya ASEAN Economic Community dengan sejumlah fasilitas perdagangan bebas regional, ada peluang besar bagi para advokat menangani kebutuhan layanan jasa hukum bisnis di dalamnya.

Total produk domestik bruto ASEAN saat ini menurut Ricardo lebih dari AS$2,55 triliun dengan rata-rata PDB per kapita mencapai AS$4021. “Inilah peluang yang kita hadapi di pasar ASEAN saja,” katanya.

Hal serupa disampaikan oleh Haryo. Dengan berkembangnya sektor bisnis, maka ada permintaan yang akan semakin bertambah bagi layanan jasa hukum. Dibutuhkan kesiapan optimal dari para advokat Indonesia untuk persaingan bidang jasa hukum dengan advokat asing di kawasan ASEAN dalam masa perkembangan ini.

Belum lagi dengan tren firma hukum asing membuka cabang di yurisdiksi lintas negara harus diimbangi dengan daya saing dan networking advokat Indonesia. Kemahiran Bahasa Inggris menjadi syarat mutlak. Para advokat harus mampu berjejaring dalam skala global untuk berbagai isu hukum yang berkembang.

(Baca Juga: Peradi Usulkan Pembentukan Pusat Media Investasi)

Ricardo menyampaikan dengan kesibukan para advokat, khususnya para advokat litigasi, tidak menjadi alasan untuk tidak meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris mereka. Ia membagikan tips dengan cara mudah misalnya dengan menonton film Hollywood.

“Tonton empat kali. Yang pertama pakai subtitle, kali kedua masih pakai subtitle tapi fokus pada pronunciation, kali ketiga matikan subtitle-nya sambil menulis kosakata yang belum dimengerti artinya sambil menonton, nanti cari artinya setelah nonton, kali keempat nonton tanpa subtitle dan anda pasti sudah paham keseluruhan makna dialognya,” jelasnya.

Menurut lulusan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini, kemampuan berbahasa Inggris bagi advokat yang ingin masuk ke pasar internasional ibarat kemampuan matematika dalam mengerjakan soal-soal fisika. Sebelum advokat berhadapan langsung dengan bahan dan dokumen-dokumen berbahasa asing, mereka harus lebih dahulu memahami bahasa asing yang digunakan.

“Mulai lancarkan dari bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi dulu, nanti baru sebagai media ilmu pengetahuan hukumnya,” lanjutnya.

(Baca Juga: Ekspansi Size of Business ke Level Global Lewat Merger Lawfirm)

Haryo juga menambahkan bahwa dalam praktiknya, bahasa Inggris dalam terminologi hukum akan jauh lebih rumit karena banyak kosakata yang berbeda serta terus berkembang. Sementara bahasa hukum dalam bahasa Indonesia masih tertinggal atau “miskin” kosakata.

“Untuk itu menjadi keharusan bagi advokat yang ingin masuk dalam kancah pasar internasional untuk serius meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris mereka,” katanya.
Tags:

Berita Terkait