Agar Tak Bernasib Seperti UU Cipta Kerja, Pembahasan RKUHP Harus Transparan
Terbaru

Agar Tak Bernasib Seperti UU Cipta Kerja, Pembahasan RKUHP Harus Transparan

Mulai membuka draf RUU terbaru, hingga melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna terhadap pembahasan pasal-pasal yang dianggap masih bermasalah.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Pemerintah dan DPR bersepakat melanjutkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang (RKUHP) setelah memasukkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 dengan nomor urut 29. Tapi sayangnya, desakan elemen masyarakat sipil agar membuka draf teranyar RKUHP tak digubris pemerintah dan DPR. Padahal, pembahasan tahap akhir RKUHP semestinya dilakukan secara transparan, mulai dari draf terbaru dibuka ke publik hingga membuka partisipasi publik seluas-luasnya dalam pembahasan. 

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengatakan RKUHP menjadi agenda mendesak pembangunan hukum di Tanah Air. Khususnya, penyempurnaan hukum pidana di Indonesia yang masih menggunakan peninggalan kolonial Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat Indonesia.

“Namun, RKUHP yang ditarget bakal diparipurnakan DPR sebelum masa reses Juli 2022 mendatang menuai polemik kesekian kalinya di masyarakat. Pembahasannya masih kurang transparan dan masih terdapat pasal yang dinilai kontroversial terutama terkait kebebasan berpendapat,” kata Fahira Idris dalam keterangannya, Senin (20/6/2022).

Baca Juga:

Dia berharap seraya mengingatkan agar pembahasn dan pengesahan RKUHP menjadi UU KUHP baru nantinya tidak bernasib sama dengan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dicibir banyak kalangan. Bahkan, setelah pengesahan dimohonkan pengujian oleh sejumlah elemen masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Dan oleh MK dinyatakan cacat formil karena dalam proses pembentukannya tidak melibatkan partisipasi publik yang maksimal atau bermakna sebagai salah satu syarat pembentukan undang-undang yang baik. Untuk itu, buka partisipasi publik seluas-luasnya agar RKUHP tidak bernasib sama seperti UU Cipta Kerja,” tegasnya.

Senator asal DKI Jakarta itu berpendapat partisipasi masyarakat secara bermakna terhadap RKUHP harus dilakukan seluas-luasnya saat mulai pengajuan RUU, pembahasan, dan saat persetujuan bersama antara DPR dan pemerintah. “Ruang partisipasi publik dapat disebut bermakna sepanjang dapat dipastikan hak publik untuk didengarkan dan dipertimbangkan pendapatnya dipenuhi.”

Tags:

Berita Terkait