Ahli: Advokat Harus Tanggung Jawab Jika Legal Opinion Salah
Berita

Ahli: Advokat Harus Tanggung Jawab Jika Legal Opinion Salah

Hak imunitas advokat hanya berlaku di dalam persidangan.

HRS
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Perseteruan antara Sumatra Partners LLC melawan kantor hukum Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) terus berlanjut. Selasa, (1/4) Sumatra Partners mendatangkan dua ahli untuk memberikan keterangannya di muka Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Susanti Adi Nugroho salah satunya. Mantan Hakim Agung ini mengatakan advokat dalam memberikan jasa hukum dapat dimintaipertanggung jawaban hukum baik secara, perdata maupun kode etik jika tindakannya merugikan kliennya. Tidak hanya secara perdata, adovkat juga dapat dijerat sanksi pidana apabila memang adaunsur-unsur yang bersifat pidana .

“Advokat tersebut tidak dapat menghindar dari tanggung jawabnya dengan berlindung pada hak imunitas advokatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat,” tutur Susanti dalam persidangan, Selasa (1/4).

Ketentuan Pasal 16 UU Advokat ini, menurut Susanti, hanya berlaku untuk melindungi advokat dalam membela kepentingan kliennya di dalam persidangan. Sehingga, apabila advokat melakukan kesalahan atau kelalaian di luar persidangan dan bukan untuk melindungi kliennya, advokat dapat digugat secara perdata maupun dituntut pidana.

Ketua Badan Mediasi Indonesia ini memperkuat dalil-dalilnya dengan Pasal 1365 KUHPerdata. Ketentuan ini mengatur bahwa setiap orang dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila perbuatannya menimbulkan kerugian pihak lain. Perbuatan tersebut harus memenuhi empat unsur dari Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu perbuatan tersebut melanggar undang-undang, peraturan, etika, dan kepatutan; menimbulkan kerugian, adanya kesalahan, dan ada hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian yang timbul.

“Apalagi antara Advokat dengan kliennya memiliki hubungan hukum baik yang lahir dari perjanjian maupun dari peraturan perundang-undangan,” ujar Susanti di persidangan, Selasa (1/4).

Susanti menjelaskan bahwa jasa hukum yang diberikan advokat adalah jasa profesional. Advokat dalam menjalankan pekerjaannya harus sesuai dengan standard profesi advokat dan diharapkan memberikan jasa hukum terbaiknya. Jadi, tidak hanya sekadar memberi jasa hukum yang diminta kliennya, tetapi juga tindakan lain yang berkaitan dengan jasa hukum tersebut, seperti melakukan verifikasi keaslian dokumen atau keaslian tanda tangan.

Verifikasi keaslian dokumen atau tanda tangan adalah tindakan lain yang merupakan satu kesatuan dari jasa pemberian hukum. Apabila verifikasi ini tidak dilakukan oleh para advokat yang berpengalaman dan mengaju ahli di bidang tertentu, tindakan ini termasuk dalam perbuatan melawan hukum.

Memperkuat pendapatnya, Susanti mengingatkan bahwa seorang advokat telah mendapatkan honorarium dari kliennya sebagai bentuk penghargaan atas jasa yang diberikan advokat. Untuk itu, ketika seorang advokat melakukan kesalahan atas jasa hukumnya, mereka tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya.

“Ada honor lo itu. Ketika mereka bersalah apa harus didiamkan? Menurut saya, tidak ya. Apalagi kalau mereka telah mengatakan suatu keahliannya dan dimintakan tolong sesuai dengan keahliannya,” lanjut Susanti usai persidangan kepada hukumonline.

Tidak hanya advokat yang dijerat, Susanti menegaskan kantor hukum tempat para advokat yang melakukan kesalahan tersebut juga dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Susanti merujuk ke Pasal 1367 KUHPerdata.

Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

“Supir misalnya ia menabrak. Perusahaan tempat supir tersebut bekerja itulah yang dijerat untuk mengganti kerugian karena uang supir terbatas,” tegasnya.

Kriteria Advokat Malpraktik
Munir Fuady juga turut memberikan keterangannya terhadap perseturan hukum Sumatra Partners LLC melawan ABNR ini. Dalam keterangannya, Munir menyebutkan beberapa kriteria advokat yang melakukan malpraktik.

Kriteria tersebut di antaranya adalah jasa hukum yang diberikan advokat di bawah standard profesional atau melanggar kewajiban fiduciary duty baik secara sengaja atau lalai; jasa hukum yang diberikan bertentangan dengan hukum yang berlaku, dan berakibat timbul kerugian perdata bagi klien atau pihak ketiga.

Padahal, dalam memberikan jasa hukum, seorang advokat harus menjalankan kewajibannya dengan cara yang sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Kewajiban advokat untuk menjalankan kewajibannya secara maksimal ini timbul karena tidak hanya hubungan profesional, tetapi juga ada hubungan kepercayaan antara kliennya dengan advokat tersebut.

“Keteledoran dalam menjalankan kewajiban oleh advokat tersebut akan berimplikasi kepada terbitnya tanggung jawab dari advokat,” tutur Munir dalam persidangan.

Terkait dengan hak imunitas Advokat, Munir meminta agar berhati-hati dengan hak imunitas ini. Menurutnya, advokat tidak dapat seenaknya berlindung di balik hak imunitas. Jika Susanti merujuk pada ketentuan Pasal 16 UU Advokat, Munir menggunakan Pasal 15 UU Advokat. Ketentuan tersebut mengatur bahwa advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.

“Memang dia bebas dalam menjalankan tugasnya, tetapi selama dia tidak melanggar undang-undang atau kode etik. Kalau melanggar uu atau kode etik, ya ga bisa lah,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait