Ahli Ini Dukung Persamaan Jabatan Hakim Konstitusi dan Hakim Agung
Berita

Ahli Ini Dukung Persamaan Jabatan Hakim Konstitusi dan Hakim Agung

Seharusnya masa jabatan hakim konstitusi saat ini bisa lebih diperpanjang untuk menjamin indepedensi dan menghindari kuatnya intervensi politik.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Bagir Manan menilai Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU No. 24 Tahun 2003  tentang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan hakim konstitusi dan masa jabatan pimpinan MK diskriminatif jika dibandingkan dengan masa jabatan hakim agung dan pimpinan MA. Sebab, kedua lembaga ini sama-sama menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman seperti diamanatkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.

Kalau hakim konstitusi dibeda perlakuannya dengan hakim-hakim agung, itu diskriminasi juga,” ujar Bagir Manan saat memberi pandangan sebagai ahli yang dihadirkan Pemohon, pengurus Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) di ruang sidang MK, Selasa (1/11). Pemohon juga menyerahkan keterangan ahli secara tertulis dari dua Guru Besar FHUI yakni Prof AchmadZen Purba dan Prof SatyaArinanto.

Sebelumnnya, pengurus Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) mempersoalkan aturan periodeisasi masa jabatan hakim konstitusi per lima tahun selama dua periode dan masa jabatan pimpinan MK per tiga tahun lewat uji materi Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU MK. Aturan ini dianggap diskriminatif karena kedudukan hakim di lembaga peradilan manapun seharusnya tidak mengenal periodeisasi masa jabatan.

Mereka membandingkan dengan masa jabatan hakim agung dalam UU No. 3 Tahun 2009  tentang Mahkamah Agung (MA). Dalam UU MA, masa jabatan hakim agung atau pimpinan MA diberhentikan dengan hormat ketika memasuki usia pensiun 70 tahun tanpa periodeisasi lima tahunan. Menurutnya, munculnya Pasal 22 UU MK tak terlepas dari kepentingan politik karena UU MK merupakan produk politik hukum negara.

Bagi Pemohon norma tersebut mengandung pembatasan masa jabatan hakim konstitusi yang bertentangan dengan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dijamin Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945. Aturan ini setidaknya potensial membatasi MK dalam penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Karena itu, Pemohon berharap kedua pasal tersebut dihapus karena bertentangan dengan UUD 1945.

Bagir menegaskankalau hakim agung diberi masa jabatan sejak diangkat sampai pensiun, sedangkan hakim konstitusi per 5 tahun. Padahal, mereka sama-sama hakim sebagai penyelenggara kekuasan kehakiman tertinggi di bidang masing-masing. “Pembedaan (masa jabatan, red) ini justru maha diskriminasi itu ya, bukan hanya sekedar diskriminasi,” lanjut mantan Ketua Dewan Pers ini.

Menurutnya, seharusnya masa jabatan hakim konstitusi saat ini bisa lebih diperpanjang untuk menjamin indepedensi dan menghindari kuatnya intervensi politik. Sebab, jika ditelisik MKdibentuk tidak lain sebagai judicialization of politics atau judisialisasi sengketa politik. “Paling tidak munculnya Pasal 24C UUD Tahun 1945 konsekuensi dari judisialisasi sengketa politik, menyerahkan penyelesaian sengketa politik kepada kekuasaan kehakiman,” kata dia.

Meskipun pengangkatan Hakim Konstitusi ada yang melalui proses politik di DPR, namun pengaruh politik tersebut dapat dihindari dengan cara memberi masa jabatan yang lebih panjang seperti halnya masa jabatan hakim agung. Toh, selama ini para Hakim MK tidak harus selalu bersiap menghadapi pertanggungjawaban oleh DPR.

Baginya, masa jabatan yang cukup panjang akan memberi kesempatan bagi para hakim MK mengembangkan prinsip-prinsip, ajaran-ajaran, putusan-putusan yang bukan saja mencerminkan asas dan kaedah dalam UUD Tahun 1945, tetapi lebih memantapkan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip konstitusionalisme pada umumnya. “Ajaran-ajaran konstitusi ini akan menjamin bagaimana tradisi konstitusi kita di masa depan.”

Karena itu, dia mengingatkan sudah semestinya syarat-syarat hakim konstitusi dan upaya menjaminan indepedensi hakim konstitusi itu diperhatikan. “Kalau tiap lima tahun sekali diganti, bagaimana? Kan tidak mudah mencari orang yang benar-benar memenuhi kriteria dan wawasan calon hakim konstitusi,” katanya.

Aturan yang sama juga tengah dimohonkan pengujian Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Binsar M. Gultom bersama Hakim Tinggi Medan Lilik Mulyadi yang memohon pengujian Pasal 6B ayat (2); Pasal 7 huruf a angka 4 dan 6; Pasal 7 huruf b angka 1-4 UU MA jo Pasal 4 ayat (3); dan Pasal 22 UU MK terkait periodeisasi masa jabatan hakim MK dan pimpinan MK. Khusus Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU MK, Para Pemohon meminta ada persamaan masa jabatan hakim konstitusi dan pimpinan MK dengan masa jabatan hakim agung dan pimpinan MA. Permohonan ini tinggal menunggu putusan.
Tags:

Berita Terkait