Air Mata Perpisahan di YLBHI
Utama

Air Mata Perpisahan di YLBHI

Semua pihak berharap kejadian ini tak mengganggu proses advokasi YLBHI. Patra M Zen mengaku siap turun ke pengadilan.

Oleh:
Her/IHW
Bacaan 2 Menit

 

Patra juga tak mempedulikan pandangan para staf dan karyawan YLBHI terhadapnya. Terserah 18 orang itu mau mengatakan apa. Tapi pendapat itu harus ada buktinya, ujarnya dengan nada tinggi.

 

Soal pesangon, alumnus Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang ini menyatakan, ia tidak pernah memberhentikan seorang pun staf maupun karyawan YLBHI. Berdasarkan Undang-undang, pesangon atau uang penghargaan masa kerja diberikan jika di-PHK. Saya tidak pernah mem-PHK orang. 18 staf dan karyawan itu mundur. Mau digugat saya siap, ujar Patra.

 

Bermula menjelang lebaran

Benih konflik di YLBHI ini mulai tumbuh menjelang lebaran, tepatnya 10 Oktober. Hari itu, Patra menerbitkan SK Badan Pengurus YLBHI No. 022/SKEP/YLBHI/X/2007 tentang Perubahan SK No. 050/SKEP/YLBHI/X/2006 tentang Pengangkatan dan Pengesahan Staf dan Karyawan Badan Pengurus Periode 2007-2008.

 

Dengan SK itu Patra mereposisi beberapa staf dan karyawan YLBHI. Beberapa orang menempati jabatan baru. Tapi ada lima nama yang tak lagi disertakan Patra dalam kepengurusannya. Mereka adalah Rita Novela (bendahara), Ferry Siahaan (asisten advokat publik), Labora Siahaan (asisten kepala kantor), Louise Adonia (sekretaris Ketua YLBHI), dan Fenta Peturun (wakil ketua operasional).

 

Sebelumnya kami lakukan evaluasi secara internal. Salah satu evaluatornya Tobas, cerita Patra. Berdasarkan pertimbangan dalam SK tersebut, Badan Pengurus YLBHI menempuh upaya itu karena sedang mengalami kesulitan dana operasional dan over head cost.

 

Rupanya 18 staf dan karyawan menolak keputusan itu. Pada hari yang sama, mereka langsung membikin surat mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Patra. Surat itu mereka sampaikan kepada Ketua dan anggota Dewan Pembina YLBHI, serta ditembuskan kepada 14 kantor LBH di daerah. Lewat surat itu, pada intinya mereka menyatakan, kepemimpinan Patra dijalankan secara otoriter, tidak menghargai pendapat orang lain dan tidak transparan. Kami tidak dapat bekerjasama di bawah kepemimpinan Saudara Patra M Zen dan berharap Dewan Pembina YLBHI mengambil kebijakan yang diperlukan untuk menyelamatkan YLBHI, kata mereka dalam surat itu.

 

Setelah itu, Dewan Pembina YLBHI segera mengadakan pertemuan dengan Patra. Tak lama kemudian, Dewan Pembina juga mengajak perwakilan staf dan karyawan untuk berembug. Namun rembugan itu tak menghasilkan mufakat. Dewan Pembina justru mempersilahkan Patra untuk terus menduduki kursi Ketua YLBHI hingga 30 September 2011.

Halaman Selanjutnya:
Tags: