AJI Indonesia Soroti UU ITE, UU Cipta Kerja dan Pemberitaan Terkait Isu Gender
Kaleidoskop 2021

AJI Indonesia Soroti UU ITE, UU Cipta Kerja dan Pemberitaan Terkait Isu Gender

Masih banyak persoalan yang dihadapi jurnalis saat melakukan peliputan. Begitu halnya dengan kesejahteraan jurnalis yang terkena dampak pandemi.

Oleh:
CR-27
Bacaan 4 Menit
Para jurnalis menggelar aksi protes menolak setiap aksi kekerasan. Foto: RES
Para jurnalis menggelar aksi protes menolak setiap aksi kekerasan. Foto: RES

Aliansi Jurnalis Indpenden (AJI) Indonesia menyampaikan laporan catatan akhir tahun pada Rabu (29/12).  Laporan ini berupa gambaran kondisi kebebasan pers, kritik tentang pemberitaan mengenai anak dan perempuan, kesejahteraan dan profesionalisme jurnalis selama satu tahun terakhir. Dalam jumpa pers tersebut, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim menyoroti isu-isu utama yang menjadi fokus utama AJI Indonesia selama ini, yaitu isu mengenai kebebasan pers, isu kesejahteraan jurnalis dan isu profesionalisme jurnalis.

“Terkait kebebasan pers, kami telah mencatat ada 43 kasus kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis. Meski turun sebanyak hampir separuh dari tahun sebelumnya, tetapi kalau dilihat dari kasus yang dibawa sampai ke pengadilan, hanya ada satu kasus yang diadili dan masuk ke dalam sidang putusan, yaitu jurnalis dari Tempo,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan sepanjang tahun 2021 AJI Indonesia menyoroti UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang terus menjerat jurnalis. Terkait undang-undang ini, salah seorang jurnalis asal Palopo divonis tiga bulan karena dianggap melanggar Pasal 37 UU ITE.

Berdasarkan data, ada 44 perkara yang dikoordinasikan Kepolisian kepada Dewan Pers terkait persoalan UU ITE. “UU ITE ini memberi ancaman kepada jurnalis dan perusahaan media sepanjang tahun 2021,” kata Sasmito. (Baca Juga: PPATK Terima 22 Juta Laporan Sepanjang 2021 Melalui Kanal GoAML)

Di samping itu, lanjut Sasmito, sepanjang tahun 2021 Kepolisian dinilai serampangan memberikan label stempel hoax terhadap karya jurnalistik dengan berita yang kredibel. Hal ini merupakan tindakan melanggar kebebasan pers. “AJI Indonesia turut menyoroti tren kekerasan yang baru terjadi pandemi di tahun ini. Kami melihat ada pola baru terkait pelabelan stempel hoax yang dilakukan Kepolisian atas berita yang jelas terkonfirmasi dan benar,” ungkapnya.

Ia melanjutkan AJI Indonesia melihat adanya instansi negara yang aktif memata-matai, sehingga mengganggu kinerja jurnalis. Dia mencontohkan jurnalis yang tergabung dalam Indonesia Leaks yang sedang melakukan investigasi liputan TWK pegawai KPK. Menurutnya, dalam proses pekerjaan para jurnalis tersebut tidak hanya dikuntit, namun juga mengalami peneroran dan intimidasi oleh nomor yang tidak dikenal.

“Baik jurnalis dan media, diamati, dipantau diintai dan ini diduga dari kepolisian. Ada upaya yang dilakukan negara untuk mengontrol dari kritik yang dilakukan oleh jurnalis lewat pemberitaan di media.” Jelasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait