Akademisi: Putusan MK Berpotensi Meningkatkan Disparitas Putusan Pidana
Terbaru

Akademisi: Putusan MK Berpotensi Meningkatkan Disparitas Putusan Pidana

Sanksi pidana yang diatur dalam UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masuk kategori strategis dan berdampak luas. Dampaknya bisa membingungkan pengacara, jaksa, dan hakim dalam menangani perkara pidana.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Dosen Hukum Pidana FH UGM, M Fatahillah Akbar. Foto: ADY
Dosen Hukum Pidana FH UGM, M Fatahillah Akbar. Foto: ADY

Putusan MK terkait pengujian materil dan formil UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih mendapat sorotan dari berbagai pihak termasuk kalangan akademisi. Amar nomor 7, Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil UU No.11 Tahun 2020 ini berbunyi menangguhkan semua tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru UU No.11 Tahun 2020.

Dosen Departemen Hukum Pidana FH UGM, M Fatahillah Akbar mengatakan mengacu Pasal 4 UU No.11 Tahun 2020, pengenaan sanksi dalam masuk kategori kebijakan strategis. Putusan ini menuai berbagai tafsir, sehingga menimbulkan kontroversi. Persoalan itu berdampak terhadap politik kriminal karena UU No.11 Tahun 2020 mengubah ketentuan pidana yang ada setidaknya lebih dari 70-an UU.

Berdasarkan penelusuran dalam direktori putusan MA dengan menggunakan kata kunci “cipta kerja”, pada kategori pidana khusus sedikitnya ada 311 putusan. Perkaranya antara lain bidang minyak dan gas (migas), perusakan hutan, dan lingkungan hidup. Selain putusan uji formil, Akbar mengingatkan pada waktu yang sama MK juga memutus 11 pengujian materil UU No.11 Tahun 2020 yang amarnya menyatakan tidak dapat diterima karena objeknya hilang mengingat putusan uji formil telah menyatakan UU Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat.

Berdasarkan hal tersebut, kata dia, apakah penuntutan yang dilakukan dengan menggunakan ketentuan dalam UU No.11 Tahun 2020 dilakukan penangguhan? Menurutnya, bisa saja pihak tersangka atau terdakwa menggunakan putusan MK itu sebagai alasan dalam proses hukum yang dihadapi.

“Putusan MK ini dampaknya signifikan, bisa membingungkan jaksa, hakim, pengacara dalam praktik penerapan penerapan tindak pidana khusus tersebut,” kata Akbar dalam webinar bertema “Implikasi Putusan MK terhadap Substansi UU Cipta Kerja”, Kamis (16/12/2021) lalu. (Baca Juga: 6 Catatan Akademisi Soal Arah Kebijakan Perpajakan Pasca Putusan MK)

Akbar mengingatkan Pasal 1 ayat (2) KUHP menyebut bila ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya (lex favor reo). Mengacu ketentuan itu, maka yang digunakan adalah aturan yang paling meringankan terdakwa.

“Untuk menjalankan ketentuan itu syaratnya adalah adanya perubahan aturan. Pertanyaannya apakah putusan MK itu dianggap sebagai perubahan aturan?”  

Tags:

Berita Terkait