Akademisi: Revisi UMP Jakarta 2022 Sejalan Putusan MK
Terbaru

Akademisi: Revisi UMP Jakarta 2022 Sejalan Putusan MK

Revisi UMP Jakarta mengacu pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional, bukan pertumbuhan ekonomi dan inflasi Provinsi Jakarta sebagaimana diamanatkan PP No.36 Tahun 2021.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
ubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menemui massa buruh di depan Balai Kota, yang keberatan atas UMP yang ditetapkan pemerintah hanya naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen, Senin (29/11/2021) lalu. Foto: RES
ubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menemui massa buruh di depan Balai Kota, yang keberatan atas UMP yang ditetapkan pemerintah hanya naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen, Senin (29/11/2021) lalu. Foto: RES

Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, merevisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 dari Rp4.453.935 menjadi Rp4.641.854 menuai sorotan publik. Kalangan pengusaha menyebut kebijakan itu melanggar aturan terutama PP No.36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Sebaliknya, serikat buruh mendukung dan menyebut keputusan itu sesuai aturan.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai kebijakan Gubernur Jakarta merevisi kenaikan UMP tahun 2022 itu konstitusional dan sejalan dengan putusan MK. Dia mengingatkan amar keenam putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil UU No.11 Tahun 2020 menyatakan pasal-pasal atau materi muatan UU yang telah dicabut atau diubah UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali (menangguhkan kebijakan strategis dan meluas).   

Mengacu amar tersebut, maka pengaturan pengupahan tidak lagi menggunakan UU No.11 Tahun 2020 dan turunannya yakni PP No.36 Tahun 2021. Tapi kembali pada aturan sebelumnya yakni UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. “Putusan MK memerintahkan untuk kembali pada peraturan yang lama, termasuk soal ketenagakerjaan. Berdasarkan Pasal 89 UU No.13 Tahun 2003, Gubernur berwenang mengatur upah minimum,” kata Feri Amsari ketika dihubungi Selasa (28/12/2021). (Baca Juga: Begini Bunyi Kepgub DKI Jakarta Tentang Revisi UMP 2022)

Dalam diskusi yang diselenggarakan stasiun televisi nasional, Feri mengatakan pemerintah dan pengusaha mengacu amar keempat putusan MK yang menyatakan UU No.11 Tahun 2020 masih berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan itu. Tapi pemerintah lupa amar putusan yang lain seperti amar ketiga yang tegas menyatakan UU No.11 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (inkonstitusional bersyarat).

Menurut Feri, langkah Gubernur DKI Jakarta merevisi UMP tahun 2022 mempunyai legal standing sebagaimana amar keenam putusan MK. Karena itu Gubernur Jakarta memiliki kewenangan untuk mengatur upah minimum sebagaimana UU No.13 Tahun 2003 dan PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.  

Untuk itu, tidak perlu khawatir sekalipun kebijakan ini nanti digugat ke PTUN. Gubernur di wilayah lain bakal melakukan hal yang sama yakni merevisi kenaikan upah minimum sebagai hal yang konstitusional. “Keputusan merevisi kenaikan upah minimum ini sejalan putusan MK. Secara konstitusional ini langkah yang paling tepat,” ujarnya.

Diikuti gubernur lain

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, berharap langkah Gubernur DKI Jakarta ini diikuti oleh seluruh gubernur di Indonesia. Dia melihat revisi kenaikan UMP Jakarta mengacu pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional, bukan pertumbuhan ekonomi dan inflasi Provinsi Jakarta sebagaimana diamanatkan PP No.36 Tahun 2021. Revisi ini juga mempertimbangkan daya beli buruh untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi Covid-19 dan menjaga kelangsungan usaha.

Tags:

Berita Terkait