Akademisi STHI Jentera Beberkan Proyeksi Tata Kelola Perikanan yang Transparan
Terbaru

Akademisi STHI Jentera Beberkan Proyeksi Tata Kelola Perikanan yang Transparan

Transparansi meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap tata kelola perikanan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera 2015-2020, Yunus Husein (kiri atas) saat diskusi daring bertema 'Persoalan Pelik Tata Kelola Perikanan di Indonesia', Selasa (17/5/2022). Foto: Ady
Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera 2015-2020, Yunus Husein (kiri atas) saat diskusi daring bertema 'Persoalan Pelik Tata Kelola Perikanan di Indonesia', Selasa (17/5/2022). Foto: Ady

Tata kelola perikanan di Indonesia perlu terus dibenahi mengingat potensinya yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. Indonesia termasuk negara terbesar ketiga yang mengekspor produk perikanan. Kontribusi penerimaan pajak sektor perikanan per Agustus 2019 mencapai Rp1,3 triliun dan tahun 2018 Rp1,6 triliun.

Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera 2015-2020, Yunus Husein, mencatat sedikitnya ada 6 UU yang terkait dengan sektor perikanan. Mulai dari UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah terakhir melalui UU No.45 Tahun 2009; UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; UU No.21 Tahun 2019 tentang Karantina Ikan, Hewan, dan Tumbuhan; UU No.7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan; UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Salah satu perbaikan yang diharapkan dari tata kelola sektor perikanan yakni transparansi. Yunus mengatakan ada 3 prinsip dasar transparansi. Pertama, pengungkapan dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan.

Baca Juga:

Kedua, transparansi diperlukan agar pengawasan oleh masyarakat dan dunia terhadap pemerintah dapat dilakukan secara obyektif. “Diperlukan penyediaan informasi melalui sistem dan dokumentasi yang dapat diakses dengan mudah tentang pola perumusan dan isi peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik serta pelaksanaannya,” kata Yunus dalam diskusi bertema “Persoalan Pelik Tata Kelola Perikanan di Indonesia”, Selasa (17/5/2022).

Ketiga, transparansi juga diperlukan dalam rangka penyusunan dan penggunaan anggaran. Dalam melaksanakan transparansi, lembaga negara perlu menyediakan informasi, mengumumkan secara terbuka, menyediakan informasi tentang peraturan dan kebijakan publik. Perlu juga menyediakan informasi mengenai rencana strategis, program kerja, anggaran, dan pelaksanaannya. Kelengkapan penyediaan informasi diawasi oleh masyarakat.

Transparansi juga harus dilakukan oleh pelaku korporasi. Misalnya menyediakan informasi yang sifatrnya material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Korporasi layak untuk mengambil inisiatif mengungkapkan tak hanya masalah yang diisyaratkan peraturan perundang-undangan, tapi juga hal penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

Yunus mencatat tata kelola perikanan meliputi pengaturan; perizinan; pengawasan; pengenaan sanksi administratif dan pidana. Dia menjelaskan setidaknya 5 proyeksi tata kelola perikanan yang transparan. Pertama, perlu menerapkan pendekatan multistakeholder dengan melibatkan instansi pemerintah lainnya, NGO, dan asosiasi industri.

Kedua, multistakeholder meliputi masalah pengaturan, perizinan, perlindungan HAM, dan rekomendasi untuk pengenaan sanksi. Ketiga, perlu kerja sama dengan negara lain dalam bentuk koordinasi untuk menjamin transparansi internasional di bidang penangkapan ikan untuk menjamin tersedianya stok ikan untuk semua masyarakat di seluruh negara.

Keempat, perlu menyelesaikan proyek one data secara akurat, dan datanya dapat diakses oleh stakeholder agar proses pengawasan dan pengambilan keputusan menjadi tepat. Kelima, ikut serta dalam inisiatif regional atau internasional dalam rangka tata kelola perikanan yang baik.

Tags:

Berita Terkait