Mengurai Akar Permasalahan Sengketa dan Konflik Pertanahan
Terbaru

Mengurai Akar Permasalahan Sengketa dan Konflik Pertanahan

Penanganan sengketa dan konflik pertanahan memerlukan strategi, pilihan, dan keberanian untuk menyelesaikan konflik dari hulu ke hilir secara holistik.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra. Foto: RES
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra. Foto: RES

Sengketa dan konflik sektor pertanahan sering terjadi pada sebagian daerah di Indonesia. Upaya meminimalisir sengketa dan konflik pertanahan harus dilakukan karena berhubungan dengan kepentingan hidup masyarakat luas.

Upaya tersebut dilakukan karena sengketa dan konflik pertanahan dapat merugikan banyak pihak mulai dari masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Salah satu kerugiannya karena dapat menimbulkan biaya tak terduga dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu, dibutuhkan pencegahan dan penyelesaian konflik yang lebih baik.

"Upaya-upaya untuk mengalihkan biaya-biaya konflik tersebut menjadi biaya-biaya untuk mencegah konflik, dan membangun kelembagaan konflik serta penyelesaian konflik yang lebih baik menjadi niscaya untuk masa depan," ujar Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra dalam acara bertema "Menelisik Biaya Konflik, Menumbuhkan Kepekaan Pentingnya Mitigasi dan Resolusi Konflik untuk Kepastian Pembangunan" secara daring, Jumat (25/03). 

Surya menyampaikan bahwa biaya konflik adalah faktor yang bisa menjadi pengungkit sense of urgency pemerintah di dalam menangani konflik tersebut. "Rasanya memang sudah ada kesadaran itu dan juga regulasi sedang disiapkan. Tapi memang sense of crisis masih menjadi tantangan tersendiri buat kita bangun secara bertahap, paling tidak di kementerian kita," ucapnya. 

Baca juga:

Hal penting lain menurut Surya ialah konflik yang bersifat evolutif, berkembang seiring dengan waktu. "Seolah-olah kalau ada pembangunan pasti menimbulkan konflik dan hasilnya adalah mendegradasi nilai hidup masyarakat terdampak itu sendiri. Bukan itu yang diinginkan oleh pemerintah. Tapi kenapa bisa begitu, ini tantangan buat kita semua memikirkan, merenungkan dengan sangat, apa masalah di hulu sampai hilirnya tadi," tutur Surya. 

Dibutuhkan strategi, pilihan, dan keberanian untuk menyelesaikan konflik dari hulu ke hilir secara holistik. "Masalah di hulu adalah pembangunan yang tidak merata. Di medium, soal tata kelola yang silo (berdiri sendiri), sehingga penyelesaian konfliknya pun menjadi silo. Masalah di hilir, yaitu terjadinya konflik itu sendiri yang merupakan manifestasi dari sektor hulu dan medium," terang Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait