Persoalan, shifting of paradigm, budaya kekuasaan, manajemen informasi yang sangat jelek (terutama di instansi pemerintah), tidak adanya budaya pelayanan publik, dan berbagai peraturan perundang-undangan atau yang selama ini bertolak belakang dengan semangat kebebasan untuk memperoleh informasi perlu secara sistematis diatasi bersamaan dengan pengembangan RUU ini.
UU Dokumen Perusahaan sebaiknya perlu dilengkapi dengan berbagai ketentuan yang mendukung semangat keterbukaan seperti halnya kewajiban pengelolaan dokumen dan pengadaan sistem pelayanan publik. Begitu juga dengan ketentuan tentang kearsipan hendaknya tidak mengobral pemberlakuan kebijakan rahasia negara dan sanksi yang menakutkan bagi kalangan pro demokrasi dan keterbukaan.
Inisiatif pemberlakuan rahasia dagang dan rahasia negara hendaknya tidak diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan sendiri-sendiri yang sangat mungkin bertentangan satu sama lainnya. Dalam pemerintahan yang terbuka, rahasia dagang dan rahasia negara haruslah merupakan pengecualian (exemptions) dari kebebasan memperoleh informasi, sehingga berbagai jenis rahasia tersebut cukup diselipkan (insert) ke dalam UU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi.
Dengan pemberlakuan UU Kebebasan Memperoleh Informasi diharapkan penyelenggara negara dan institusi-institusi yang terkait dengan kepentingan publik menjadi lebih akuntabel, sehingga kecurangan- kecurangan dalam pembangunan tidak lagi menjadi pemandangan kita sehari-hari.
Mas Achmad Santosa, SH, LLM adalah pengamat hukum, peneliti senior ICEL, serta penggagas RUU kebebasan Memperoleh Informasi
Makalah ini disampaikan pasda seminar Nasional UU Dokumen Perusahaan pada November 2000