Akta autentik dan akta di bawah tangan tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.
Akta dalam kacamata hukum merupakan tulisan atau perjanjian yang menerangkan perbuatan hukum dan dapat digunakan sebagai alat pembuktian atas perbuatan hukum tersebut, seperti perjanjian kerja sama untuk membuktikan adanya hubungan kerja sama antara para pihak.
Baca Juga:
- Tak Pandang Asal Organisasi, Kode Etik Berlaku untuk Seluruh Advokat
- Moral Hukum Sebagai Moral Esensial dalam Pelatihan PKPA
Akta Autentik
Mengutip Pasal 1868 KUHPerdata, akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh UU yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu tempat di mana akta atau perjanjian dibuat.
Sebuah akta dikatakan autentik apabila memenuhi dua kriteria, yaitu dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan undang-undang dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang memiliki wewenang.
Sebuah akta autentik tidak berlaku apabila pejabat umum yang membuatnya tidak berwenang atau tidak cakap sebagai pejabat umum atau bentuk akta tersebut tidak memenuhi persyaratan yang dinyatakan dalam undang-undang.
Pejabat yang berhak untuk membentuk suatu akta autentik tidak hanya notaris, tetapi semua pejabat tertentu yang diberikan wewenang dan tugas untuk melakukan pencatatan akta tersebut, seperti pejabat Kantor Urusan Agama, pejabat Pencatatan Sipil yang membentuk akta nikah, serta Pejabat Pembuat Akta Tanah.