Alami Kerugian Saat Di-ghosting Pasangan? Dua Langkah Hukum Ini Bisa Ditempuh
Utama

Alami Kerugian Saat Di-ghosting Pasangan? Dua Langkah Hukum Ini Bisa Ditempuh

Perkawinan atau pernikahan biasanya menjadi tujuan akhir dari sebuah hubungan asmara antara pria dan wanita. Proses dan tata cara perkawinan ini diatur dalam UU Perkawinan, hukum adat beserta hukum agama.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Persoalannya bukti tertulis semacam ini jarang dilakukan oleh pasangan kekasih. Untuk menghindari perbuatan ingkar janji dalam rencana perkawinan, salah satu pasangan harus melakukan tindakan pencegahan, misalnya melibatkan pihak ketiga saat melakukan komunikasi terkait rencana perkawinan dan merekam pembicaraan secara digital.

Kesepakatan perkawinan yang sudah tercapai antara keluarga, termasuk menyiapkan detail-detail acara perkawinan seperti janji untuk menikah, memberi DP biaya perkawinan, sewa gedung, atau chatering, dapat menjadi bukti yang kuat untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.

“Karena kalau ternyata tiba-tiba psangan berubah pikiran nih, karena ada yang kejadian begitu, sudah hamil janji mau dinikahi tiba-tiba ditinggal, ya kita simpan saja fakta-fakta hukum untuk ganti rugi. Semua terkait alat bukti,” jelasnya.

Lalu jalur apa yang akan ditempuh jika pasangan membatalkan perkawinan yang sudah dipersiapkan? Baik pidana maupun perdata, dua langkah hukum tersebut bisa ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan. Sebagai pihak yang kerap menangani kasus-kasus semacam ini, Ade mengaku lebih memilih jalur perdata ketimbang pidana.

Dalam kasus wanita dihamili, jalur pidana bisa ditempuh dengan mengumpulkan bukti-bukti adanya unsur pidana seperti pemaksaan atau pedofil. Namun untuk beberapa kasus (selain dihamili) dimana janji menikah dilanggar sementara sudah ada kesepakatan kedua keluarga untuk melaksanakan perkawinan, maka jalur perdata bisa ditempuh oleh pihak yang dirugikan. Niat menghilang juga bisa dijadikan alat bukti untuk melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

“Misalnya sudah ada hal-hal yang dijanjikan dalam rapat keluarga sehingga dia (calon pengantin) tidak sendiri dijanjikan dan menikah tanggal sekian, bayar DP itu sudah jadi bukti kuat untuk melakukan ganti rugi perdata dan pidana, bisa memakai pasal pamungkas PMH. Kalau saya lebih suka perdata karena lebih berguna, dalam kasus wanita dihamili dengan gugatan perdata bisa minta biaya persalinan, tanggung jawab untuk anak, dan sebagainya,” paparnya.

Bagi pihak-pihak yang pernah mengalami kasus-kasus semacam ini, Ade mengingatkan untuk tak meluapkan kemarahan di sosial media. Karena hal tersebut akan berimbas buruk kepada diri sendiri dan bisa melanggar pasal-pasal yang mengatur sosial media. Sementara bagi pihak yang berjanji diingatkan untuk tak mengumbar janji jika tak mampu bertanggung jawab.

“Jangan marah-marah di sosmed nanti kena pasal lain. Mending somasi secara pribadi, pakai lawyer atau kirim surat ke RT minta dipertemukan. Kalau somasi tidak ditanggapi mau tak mau ke pengadilan secara perdata. Atau bisa juga kita pakai pasal pidana dulu habis itu kita cabut agar mau menyelesaikan secara perdata, atau ancam somasi biar ketemu lalu selesaikan secara perdata,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait