Alasan DPD Minta DPR Hentikan Pembahasan RUU Cipta Kerja
Berita

Alasan DPD Minta DPR Hentikan Pembahasan RUU Cipta Kerja

Mulai bertentangan dengan asas otonomi daerah, melanggar hak asasi manusia, menimbulkan ketidakpastian hukum, hingga bertentangan putusan MK.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja terus menjadi sorotan publik. Tak hanya elemen masyarakat, bahkan RUU Cipta Kerja ini justru menimbulkan polemik di internal lembaga parlemen sendiri yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Secara umum, DPD beranggapan RUU Cipta Kerja bertentangan dengan nilai-nilai asas otonomi daerah, sehingga DPD meminta DPR menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja.

 

Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Muhammad Rahman mengatakan setidaknya ada tiga alasan agar pembahasan RUU Cipta Kerja ini dihentikan. Pertama, RUU Cipta Kerja bertentangan dengan asas otonomi daerah yang dijamin Pasal 18 ayat (2), (5) UUD Tahun 1945 terkait asas otonomi daerah yang seluas-luasnya dan tugas pembantuan bagi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.  

 

Pasal 18 ayat (2) UUD Tahun 1945 menyebutkan, “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Ayat (5) menyebutkan, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluass-luasnya, keccuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.”

 

Kedua, RUU Cipta Kerja dinilai melanggar hak asasi warga negara. Seperti hak atas pekerjaan dan penghidupan layak serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang dijamin konstitusi. “RUU Cipta Kerja ini melepaskan kewajiban negara dalam memenuhi hak-hak warga negara dan memberikan hak-hak tersebut kepada swasta dan/atau asing.”

 

Ketiga, RUU Cipta Kerja bakal menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya ketika terjadi pelanggaran. Seperti ketidakjelasan norma hukum mana yang bakal diterapkan. Sebab, norma tentang pelanggaran dan/atau sanksi dalam UU yang menjadi materi muatan RUU Cipta Kerja tersebut  beberapa diantaranya  tidak direvisi  atau dicabut.

 

“Komite III DPD menolak RUU Cipta Kerja dan meminta DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja,” ujar Muhammad Rahman dalam keterangannya, Senin (20/4/2020). Baca Juga: Sejumah Catatan MPR atas Perppu No.1/2020

 

Sementara Ketua Komite I DPD Agustin Teras Narang menilai RUU Cipta Kerja banyak terkait dengan kepentingan daerah. Sesuai amanat Pasal 22D ayat (2) UUD1945, DPD berhak membahas sebuah RUU, khususnya yang berhubungan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, hingga perimbangan keuangan pusat dan daerah. “Maka pembahasan terhadap RUU Cipta Kerja ini harus dilakukan secara tripartit oleh DPR, Pemerintah, dan DPD,” ujarnya mengingatkan.

Tags:

Berita Terkait