Alasan MK Lansir 10 Landmark Decisions Tahun 2017
Utama

Alasan MK Lansir 10 Landmark Decisions Tahun 2017

Untuk menginformasikan kepada publik bahwa MK telah menentukan putusan-putusan fenomenal yang mengubah tata kehidupan bermasyarakat, sistem politik, dan sistem ketatanegaraan. Namun, ada yang beranggapan semua putusan MK bermanfaat bagi masyarakat.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pengujian undang-undang (PUU) terhadap UUD 1945, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang lebih dominan sejak berdirinya lembaga pengawal konstitusi ini. Kata lain, kewenangan konstitusional menguji UU terhadap UUD Tahun 1945 merupakan “mahkota” bagi MK. Tercatat, sejak 2003 hingga akhir 2017 sebanyak 1.134 perkara PUU dan telah diputus sebanyak 1.085 perkara, 244 perkara PUU diantaranya dikabulkan.

 

Sepanjang tahun 2017, MK menangani 180 perkara dan telah diputus sekitar 131 perkara PUU. Sisanya, sekitar 49 perkara diproses pada tahun 2018. Dari jumlah perkara yang diputus itu, sebanyak 22 perkara dikabulkan, 48 perkara ditolak, 44 perkara tidak dapat diterima, 4 perkara gugur, 12 perkara ditarik kembali oleh Pemohon, dan MK tidak berwenang memeriksa sebanyak 1 perkara.       

 

Dari putusan-putusan PUU tersebut, tak jarang berdampak pada perubahan sistem ketatanegaraan dan tata kehidupan bermasyarakat. Mengutip Laporan Tahunan 2017, MK melansir atau memuat 10 Landmark Decisions yang dianggap sebagai putusan fenomenal sepanjang 2017. Ini kali pertama, MK memuat putusan-putusan penting/terpilih (landmark decisions) dalam laporan tahunannya seperti yang lazim dilakukan Mahkamah Agung (MA).

 

Juru Bicara MK, Fajar Laksono Suroso mengatakan pemuatan putusan-putusan PUU terpilih untuk menginformasikan kepada publik bahwa MK telah menentukan putusan-putusan fenomenal. Tentunya, dengan berbagai persyaratan dan kriteria tertentu. Misalnya, putusan mesti mengubah norma, seolah memuncul norma baru yang mengubah kebutuhan hukum, sistem politik, dan sistem ketatanegaraan.

 

“Putusan MK ialah tafsir konstitusional terkait norma yang harus dirujuk dan dilaksanakan,” ujar Fajar Laksono saat dijumpai Hukumonline di Gedung MK, belum lama ini.

 

Dia mengungkapkan sebelum menentukan putusan-putusan terpilih, dibentuk Tim yang terdiri dari pegawai kepaniteraan, sekretariat jenderal MK, dibantu oleh mantan hakim MK serta beberapa pakar hukum tata negara. Awalnya, Tim mempertanyakan siapa berhak menentukan putusan-putusan terpilih, publik atau MK sendiri?

 

“Tim banyak berdiskusi, kita membuat focus group discussion. Dari sinilah, Tim menghasilkan/menentukan 10 putusan MK terpilih sepanjang tahun 2017,” kata Fajar.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait