Alasan MK Tolak Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Medis
Utama

Alasan MK Tolak Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Medis

MK tidak memiliki pilihan selain mendorong penggunaan jenis Narkotika Golongan I dengan terlebih dahulu dilakukan pengkajian dan penelitian secara ilmiah tentang kemungkinan pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dan/atau terapi.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Dalam petitumnya, para pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dibaca “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan dan atau terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.”

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan terlepas dari fakta pemanfaatan narkotika telah digunakan secara sah dan diakui secara hukum sebagai bagian pelayanan kesehatan sejumlah negara di dunia, MK memandang fakta hukum tersebut tidak serta-merta dapat dijadikan tolak ukur. Sebab didapati karakter yang berbeda dari jenis bahan narkotika, struktur dan budaya hukum masyarakat dari negara yang bersangkutan, sekaligus sarana dan prasarana yang dibutuhkan.

Di Indonesia, meski ada fakta hukum terkait banyak penyakit tertentu yang mungkin dapat disembuhkan dengan pengobatan yang memanfaatkan jenis narkotika golongan tertentu, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan akibat besar yang ditimbulkan apabila tidak ada kesiapan. Khususnya terkait dengan struktur dan budaya hukum masyarakat, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum sepenuhnya tersedia. Terlebih, bagi pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I yang memiliki dampak ketergantungan yang sangat tinggi.

Dengan demikian, atas keinginan para Pemohon untuk diperbolehkannya jenis Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dan/atau terapi sejauh ini masih belum diperoleh bukti telah dilakukan pengkajian dan penelitian bersifat komprehensif dan mendalam secara ilmiah di Indonesia. Oleh karenanya, MK kesulitan mempertimbangkan dan membenarkannya baik secara medis, filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

“Mahkamah dapat memahami dan memiliki rasa empati yang tinggi kepada para penderita penyakit tertentu yang secara fenomenal menurut para Pemohon dapat disembuhkan dengan terapi yang menggunakan jenis Narkotika Golongan I, sebagaimana yang dialami oleh anak Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III,” ucap Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan.

Untuk itu, MK tidak memiliki pilihan selain mendorong penggunaan jenis Narkotika Golongan I dengan terlebih dahulu dilakukan pengkajian dan penelitian secara ilmiah tentang kemungkinan dilakukannya pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dan/atau terapi. Dengan maksud hasil pengkajian dan penelitian tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan para pembentuk undang-undang dalam merumuskan posibilitas perubahan kebijakan perihal pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I.

Mahkamah melihat kepastian dapat atau tidaknya jenis Narkotika Golongan I digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau terapi sudah sejak lama menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Dibuktikan dengan eksistensi Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika yang telah mencantumkan larangan tegas penggunaan jenis Narkotika Golongan I untuk terapi. Berarti fenomena kebutuhan jenis Narkotika Golongan I untuk dapat dimanfaatkan guna keperluan terapi sudah muncul sejak sebelum UU Narkotika ini ada.

“Dengan demikian, Mahkamah perlu menegaskan agar pemerintah segera menindaklanjuti Putusan a quo berkenaan dengan pengkajian dan penelitian jenis Narkotika Golongan I untuk keperluan pelayanan kesehatan dan/atau terapi. Hasilnya dapat digunakan dalam menentukan kebijakan, termasuk dalam hal ini dimungkinkannya perubahan undang-undang oleh pembentuk undang-undang guna mengakomodir kebutuhan dimaksud,” tegasnya.

Atas dasar itu, MK menyimpulkan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika telah memberikan kemanfaatan dan kepastian hukum berkaitan dengan hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, hak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, serta demi meningkatkan kualitas hidup dan demi kesejahteraan umat manusia sebagaimana dimaksud Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.

Selain itu, telah memberikan kepastian hukum berkaitan dengan hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Mahkamah berpendirian Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU 35 Tahun 2009 tentang  Narkotika adalah konstitusional. Dengan demikian, sebagai konsekuensi yuridisnya terhadap ketentuan norma Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika juga dinyatakan konstitusional.

Tags:

Berita Terkait