Alasan Otto Hasibuan Nyatakan Putusan MK No. 91/PUU-XX-2022 Kabur dan Non-Executable
Terbaru

Alasan Otto Hasibuan Nyatakan Putusan MK No. 91/PUU-XX-2022 Kabur dan Non-Executable

Putusan MK Nomor: 91/PUU-XX/2022 tidak dapat dilaksanakan (non executable), karena akan mengakibatkan kelumpuhan pada kepengurusan organisasi-organisasi advokat yang ada saat ini, dan menimbulkan kegaduhan yang tidak berkesudahan.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

Pada kenyataannya, MK dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan dalam perkara tersebut hanya membaca dan mendengar keterangan dari pemohon, sama sekali tidak mendengar keterangan dari pihak-pihak yang lain. Padahal, sangat jelas bahwa ketentuan peraturan perundangan yang dimohonkan uji oleh pemohon menyangkut kepentingan organisasi advokat. Namun, MK tidak mendengar keterangan dari organisasi advokat sebagai pihak terkait dalam perkara tersebut, dan tidak ada saksi maupun ahli yang diperiksa.

 

3. Logika Berpikir Keliru

Logika berpikir yang menjadi dasar pertimbangan MK dalam menjatuhkan Putusan Nomor: 91/PUU-XX/2022 sangatlah keliru, karena menganalogikan kepemimpinan dalam organisasi profesi (dalam hal ini organisasi advokat) sebagai suatu bentuk ‘kekuasaan’ yang harus dibatasi dan dikontrol oleh negara, seperti halnya kepemimpinan dalam lembaga aparatur hukum negara (kehakiman, kejaksaan dan kepolisian). Hal tersebut tidaklah benar, karena kepengurusan dalam suatu organisasi advokat berlandaskan pada ‘pengabdian dan pelayanan’ di mana semua pengurusnya tidak digaji, termasuk ‘pimpinan organisasi’ tersebut. Selain itu, sumber keuangan organisasi advokat bukan berasal dari pemerintah, sehingga tidak tepat apabila ‘kepemimpinan’ dalam organisasi advokat dianggap sebagai ‘kekuasaan’ yang harus dibatasi dan dikontrol oleh negara melalui undang-undang.

 

4. Bentuk Pengekangan

Dibatasinya masa jabatan pimpinan organisasi advokat jelas merupakan bentuk pengekangan yang tidak sah menurut konstitusi, di mana organisasi advokat bukan dibentuk oleh pemerintah, melainkan dibentuk oleh para anggota yang terdiri atas para advokat yang mempunyai independensi untuk berserikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Kedaulatan tertinggi dalam organisasi profesi advokat berada di tangan anggota, dan anggotalah yang berwenang untuk membuat aturan mengenai organisasinya sendiri. Termasuk menentukan dan menyepakati bersama tentang masa jabatan pimpinan organisasi.

 

“Dengan demikian, Putusan MK Nomor: 91/PUU-XX/2022 ini tidak dapat dilaksanakan (non executable), karena akan mengakibatkan kelumpuhan pada kepengurusan organisasi-organisasi advokat yang ada saat ini, dan akan menimbulkan kegaduhan yang tidak berkesudahan karena pimpinan-pimpinan organisasi yang jumlahnya tidak sedikit tersebut harus turun dari jabatannya, baik di tingkat pusat/nasional maupun di tingkat cabang/daerah, dan tidak dapat lagi menjadi pimpinan, sehingga kegaduhan tidak mungkin dapat dihindarkan. Jadi, sekali lagi Putusan MK Nomor: 91/PUU-XX/2022 tidak memiliki implikasi yuridis terhadap organisasi advokat,” Otto menegaskan.

 

Pada Senin (31/10), Mahkamah Konsitusi (MK) telah menggelar sidang dengan agenda pembacaan Putusan Nomor: 91/PUU-XX/2022. “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara bertutur-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 yang disiarkan di kanal YouTube MK.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi).

Tags: