Alasan Pemerintah Tak Harus Buat Aturan Turunan Penjabat Kepala Daerah
Terbaru

Alasan Pemerintah Tak Harus Buat Aturan Turunan Penjabat Kepala Daerah

Karena dalam pertimbangan putusan MK hanya terdapat frasa “mempertimbangkan”, bukan “mewajibkan”.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi pengangkatan kepala daerah
Ilustrasi pengangkatan kepala daerah

Pandangan sejumlah kalangan agar pemerintah terlebih dahulu membuat aturan turunan dalam pengangkatan dan pengisian penjabatan kepala daerah menggantikan pejabat kepala daerah yang habis masa bhaktinya ditampik pemerintah. Pasalnya, dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak ada pertimbangan hukum yang mengharuskan pemerintah membuat aturan turunan terlebih dahulu.

Jadi frasa aturannya ‘mempertimbangkan’, bukan mewajibkan, beda. Kalau pemerintah mewajibkan nah itu kami harus buat Peraturan Pemerintahnya. Kalau mempertimbangkan kira-kira boleh Anda buat, boleh Anda tidak buat,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian yang dikutip dari laman Antara, Kamis (12/5/2022).

Tito ingat betul MK telah menerbitkan tiga putusan terkait dengan uji materi UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU. Seperti Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022, Putusan MK No.18/PUU-XX/2022, dan Putusan MK No.67/PUU-XX/2022.

Dia mengaku sebelum mengambil langkah penunjukkan dan pelantikan lima penjabat Gubernur di beberapa provinsi terlebih dahulu membaca secara seksama dan cermat terhadap ketiga putusan MK tersebut. Tapi dalam putusan MK tidak ada frasa yang mewajibkan pemerintah membuat aturan turunan dalam pengisian ataupun pengangkatan penjabat kepala daerah.

Menurutnya, frasa yang ada “agar pemerintah mempertimbangkan” membuat PP tentang Penunjukan Penjabat Kepala Daerah. Selain itu, mempertimbangkan dan memberi perhatian agar membuat PP tentang Penunjukan Penjabat Kepala Daerah yang sesuai dengan semangat demokrasi yang trasnparan. “Bahasanya seperti itu,” tegasnya.

Baca Juga:

Lagipula, kata Tito, frasa “agar pemerintah mempertimbangkan” berada di pertimbangan Mahkamah, bukan dalam amar putusan. Sebab, yang diuji materi menyoal urusn aturan masa jabatan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 yang kurang dari 5 tahun. Sedangkan UUD 1945 mengatur 5 tahun masa jabatan kepala daerah.

Dia menegaskan frasa ‘mempertimbangkan’ diartikan sebagai bentuk diskresi pemerintah untuk membuat atau tidak membuat aturan turunan dimaksud. Dengan kata lain, kata Tito, sepanjang aturan mengenai penunjukkan penjabatan kepala daerah telah tertuang dalam UU 10/2016 yang menyebut penjabat gubernur berasal dari pimpinan tinggi madya dan penjabat bupati/walikota dari pimpinan tinggi pratama, maka pemerintah tak lagi perlu membuat aturan turunan.

Tags:

Berita Terkait