Alasan Presiden Organisasi Advokat Singapura Tolak Kebijakan Anti Kucing
Terbaru

Alasan Presiden Organisasi Advokat Singapura Tolak Kebijakan Anti Kucing

Aturan anti kucing ini dinilai tidak rasional dan tidak adil.

Oleh:
CR-28
Bacaan 3 Menit
President the Law Society of Singapore Adrian Tan. Foto: TSMP Law Corporation
President the Law Society of Singapore Adrian Tan. Foto: TSMP Law Corporation

Kebijakan The Housing and Development Board (HDB) Singapura sebagai badan hukum di bawah Kementerian Pembangunan Nasional Republik Singapura yang bertanggung jawab atas perumahan umum telah lama mengeluarkan kebijakan larangan kepemilikan kucing bagi mereka yang menghuni areal perumahan umum (flat HDB). Kebijakan ini tak henti-hentinya menuai polemik di kalangan masyarakat Singapura. Bahkan, persoalan ini sempat mengemuka di Parlemen Singapura. Member of Parliament (MP) Louis Ng, salah satu anggota yang proaktif mendukung pembahasan larangan ini.

Menanggapi persoalan ini, Presiden baru Organisasi Advokat the Law Society of Singapore (LawSoc), Adrian Tan turut angkat bicara pada kanal LinkedIn miliknya, "Postingan ini tentang kucing, anjing dan konsep hukum. Hewan peliharaan membuat kita bahagia, mereka mengurangi stres dan depresi. Di era lockdown dan work from home, hewan peliharaan menjadi peringan rasa sakitnya kesepian dan isolasi dengan menyediakan persahabatan hangat. Terlebih, merawat hewan juga memberi dampak positif membantu anak-anak belajar empati dan bertanggung jawab."

Dia menilai memelihara anjing suatu hal yang baik, tetapi terdapat sejumlah orang yang tidak dapat melakukannya karena alasan medis atau alasan agama. Seperti bagi umat Muslim, misalnya, tidak dapat memelihara anjing karena anggapan haram. Tapi ironis bila tinggal di flat HDB, maka mereka dilarang memelihara kucing. Ia menyayangkan kebijakan larangan memelihara kucing ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap pemeluk agama Islam.

Pada fakta yang dikutip Adrian, setidaknya terdapat 80% warga negara Singapura tinggal di apartemen HDB. Angka tersebut sudah mencakup mayoritas dari penduduk Singapura secara umum. Meski demikian, HDB hanya mengizinkan anjing, kelinci, katak, kepiting, burung, dan tikus sebagai peliharaan rumah di flat HDB. Namun tidak dengan kucing dengan empat alasan yang mereka lansir pada website resminya.

Pertama, kucing secara umum sulit ditampung di flat HDB. Atas alasan ini, Adrian menilai sebagai alasan yang buruk mengingat setiap peliharaan tanpa terkecuali membutuhkan sejumlah pengekangan. Akan tetapi, kucing sebetulnya jauh lebih mudah ditampung ketimbang anjing. Dengan perawatan kucing yang lebih mungil daripada anjing, dan memiliki kecenderungan untuk berdiam di rumah dan menyendiri.

Kedua, kucing sering kali meninggalkan bulu. Partner Kantor Hukum TSMP Law Corporation itu kembali melihat alasan ini sebagai suatu alasan yang tidak baik, karena anjing juga demikian. Ketiga, kucing seringkali buang air besar atau kecil di tempat umum. Dia kembali menyandingkan anjing dengan kucing dalam hal ini sama. Faktor pembeda hanya pada fakta bahwa kebanyakan kucing cenderung lebih memilih buang air pada kotak kotoran rumah yang disediakan pemiliknya.

Keempat, kucing membuat suara mengeong. Dengan geram dia kembali memandang ini sebagai alasan yang tak tepat. Pada dasarnya kucing jarang sekali mengeong jika dilakukan perbandingan dengan seringnya anjing yang menggonggong. Terutama tatkala terdapat orang asing yang berpapasan atau melewati flat HDB pemiliknya, maka gonggongannya akan terdengar jauh lebih keras memekik telinga. Belum lagi burung, khususnya burung beo juga mengeluarkan banyak suara berisik.

Tags:

Berita Terkait