Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah membatalkan Keputusan MK No.17 Tahun 2023 tertanggal 17 November 2023 tentang Pengangkatan Dr. Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028 atas gugatan yang dilayangkan Hakim Konstitusi Anwar Usman. Dalam salah satu amar putusannya, Majelis PTUN - yang diketuai Oenoen Pratiwi beranggotakan Ganda Kurniawan dan Irvan Mawardi – memerintahkan Tergugat (Ketua MK Suhartoyo) mencabut Keputusan MK tersebut.
“Mengabulkan permohonan Penggugat untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula. Menyatakan tidak menerima permohonan Penggugat untuk dipulihkan/dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028 seperti semula,” demikian bunyi amar Putusan PTUN Jakarta Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT.
Baca Juga:
- PTUN Jakarta: Pengangkatan Suhartoyo Sebagai Ketua MK Tidak Sah
- Minta Dipulihkan Sebagai Ketua MK, Prof Jimly Sarankan Anwar Usman Legowo\
- Langgar 5 Prinsip Kode Etik, Anwar Usman Dicopot dari Jabatan Ketua MK
Dalam pertimbangannya, Majelis menyatakan Pasal 24C ayat (4) UUD Tahun 1945 menyebutkan Ketua dan Wakil Ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Tidak ada penjelasan terkait bagaimana teknis pengangkatan (sekaligus pemberhentian) Ketua dan Wakil Ketua MK. Dalam Pasal 24C ayat (6) disebutkan pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara, serta ketentuan lain tentang MK diatur dengan Undang-Undang (UU).
“Frasa ‘serta ketentuan lainnya tentang MK diatur dengan undang undang” menunjukkan bahwa pengangkatan (sekaligus pemberhentian) Ketua dan Wakil Ketua MK seharusnya diatur dalam UU. Ini semestinya diatur dalam UU MK yang telah mengalami bebera kali perubahan,” demikian bunyi pertimbangan Majelis.
Setelah mencermati, kata Majelis, baik UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK dan beberapa kali perubahannya, terakhir diubah dengan UU No. 7 Tahun 2020 tidak ada satupun pasal yang mengatur tentang mekanisme dan atau tata kerja pengangkatan dan pemberhentian ketua dan wakil ketua MK. Dalam hal ini tidak diatur tentang siapa yang berwenang mengangkat dan mengesahkan Surat Keputusan terhadap Penetapan Ketua/Wakil Ketua MK terpilih dan siapa serta bagaimana mekanisme pemberhentian dan atau pencabutan Surat Keputusan apabila Ketua/Wakil Ketua MK berhalangan tetap.
“UU MK hanya mengatur tentang pemberhentian sebagai Hakim MK. Sementara, Pasal 7 ayat (2) Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK, menurut Pengadilan tidak menjelaskan dan mengatur mengenai pemberhentian ketua dan atau wakil ketua yang berhalangan tetap,” demikian pandangan Majelis dalam pertimbangan putusan ini.